Lihat ke Halaman Asli

Supli Rahim

Pemerhati humaniora dan lingkungan

Kebenaran Relatif Vs Kebenaran Absolut Dunia Kesehatan

Diperbarui: 12 Desember 2019   18:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.pri

Bismillah, Alhamdulillah, Allahumma shaliala Muhammad. 

Sore ini ketika di kota kami berlangsung hujan putih. Tidak lebat tapi lama. Langit terang tapi matahari terhalang oleh awan hujan yang berwarna putih. Di grup WA keluarga besar kami sedang didiskusikan tentang fenomena kesehatan. Salah seorang saudara perempuan dalam keluarga itu resposting tentang pengobatan alternatif penyakit kanker. Ayunda kami itu hanya melakukan re broadcast dari grup WA lain. 

Oleh anaknya yang dokter spesialis bedah diprotes keras bahwa itu adalah pembodohan. Saya fikir baik ibu maupun anaknya ada sisi benarnya. Inilah kebenaran relatif. 

Datang pula keponakan yang lain memberi pendapat bahwa memang kita harus hati-hati dalam melakukan reposting tulisan dari berbagai sumber. Dia memberi alasan bahwa di keluarga dan di grup WA itu memang lengkap kepakaran yang dimiliki oleh kakak dan keponakan mulai dari ahli kebidanan, medikal bedah dan ahli pathologi. 

Saya ingin mengingatkan semua pihak bahwa di dunia ini semua ilmu pengetahuan dan teknologi bidang apapun termasuk bidang kesehatan berada di antara kebenaran relatif dan kebenaran absolut.

Sekiranya kita dibekali ilmu dan teknologi tertentu maka ber kesempatan orang lain untuk memberi pendapat atau pandangan. Kenapa? Karena Allah sendiri memberitahu bahwa ilmu dan teknologi yang diberikan kepada manusia itu hanyalah sedikit. Ilmu dan teknologi yang sedikit itu sifatnya subjektif. Dikenal dengan kebenaran subjektif.

Kebenaran  subjektif artinya bahwa jika ada 1000 orang dokter pakar diminta pendapatnya tentang suatu penyakit maka akan ada 1000 pendapat yang berbeda. Syukur kalau hanya di bawah sepuluh pendapat.  Inilah bukti tentang kebenaran relatif itu. 

Kalaupun para dokter pakar sudah mampu melakukan pengobatan berdasarkan bukti (evidence - based medicine, EBM) tetap saja ada ruang bagi para penggiat kesehatan lainnya. Penggiat kesehatan itu ada dari kelompok ustadz, orang pintar lainnya. 

Kita beri kesempatan kepada semua pihak untuk memberi pandangan dan pendapat yang berbeda agar semua diberi kesempatan untuk berperan. Yang dokter pakar tetaplah menggunakan EBM, yang lain tetaplah melakukan apa-qpa yang diyakini benar. Karena pada suatu titik kita harus mwnyerah bahwa yang menyembuhkan penyakit adalah Allah yang Maha Menyembuhkan. Dokter dan penggiat kesehatan lain hanyalah berikhtiar. Doa dan usaha harus beriringan satu dengan yang lain. 

Pendekatan ilmiah harus leading tetapi yang tidak ilmiah juga kita beri kesempatan dengan porsi yang sesuai. Kenapa? Supaya semua akan menjadi sadar bahwa dunia tempatnya hanya di sekitar kebenaran relatif. Sementara kebenaran absolut hanya milik Allah.

Wallahulam bishawab.

Alfakir

Supli Effendi Rahim




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline