Lihat ke Halaman Asli

Sunan Amiruddin D Falah

TERVERIFIKASI

Staf Administrasi

Kukira Kau Stunting

Diperbarui: 21 Oktober 2023   12:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi stunting (Dok.Humas Pemkot Banjarmasin/kompas.com)

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan. Hitung-hitungannya berarti setara dengan anak balita hingga usia tiga tahunan. Meskipun benang merahnya adalah asupan gizi, tapi penyebab stunting ternyata multi faktor.

Walaupun secara sederhana dapat diuraikan bahwa pertumbuhan anak dengan tinggi badan yang tidak sesuai dengan usianya masuk kategori stunting, tetapi indikator tersebut tidak dapat 100% memastikan bahwa seorang anak dengan tinggi badan yang tidak sesuai dengan usianya adalah anak balita stunting.

Stunting akibat kurangnya asupan gizi tidak hanya berdampak pada fakta terhambatnya tumbuh kembang anak, terkait informasinya saja bisa menimbulkan respon keliru dan dampak sosial, mental dan psikologis bagi setiap ayah-ibu (orang tua) terhadap tumbuh kembang anaknya. Terutama ketika memunculkan polemik mengenai nilai gizi dan pola asuh tepat yang mana harus diterapkan pada buah hatinya.

Informasi stunting yang kini tersebar di berbagai platform digital dan flatform media sosial sudah teramat banyak. Saking banyaknya, sampai informasi ketahanan pangan, baik pangan lokal maupun global yang ternyata mempunyai korelasi terhadap stunting, terabaikan.  

Padahal, semua informasi atau opini tentang stunting yang beredar daring tidak hanya bersumber dari para jurnalis, penulis atau warga biasa, melainkan juga bersumber dari kalangan pakar, seperti dokter spesialis anak, dokter kandungan, ahli gizi dan psikolog.

Masing-masing pakar memberikan pandangan sesuai dengan keilmuwannya, dan apa yang mereka uraikan tidak jarang terdapat perbedaan yang dapat menimbulkan bias dan polemik. Terlebih saat uraian tersebut diperkuat oleh apologi kepakarannya. Di titik tersebut, bias, polemik dan apologi kepakaran menumbuhkan ruang gema-ruang gema atau dikenal dengan echo chamber di ruang digital. 

Seperti diketahui echo chamber atau ruang gema adalah cara di mana kita hanya menemukan informasi dari orang-orang yang berpikiran sama. Sebuah lingkungan di mana kita hanya menemukan informasi atau opini yang mencerminkan dan memperkuat informasi atau opini kita sendiri sehingga makin menguatkan bias konfirmasi.

Ruang gema-ruang gema itu kemudian memengaruhi setiap orang tua (ayah-ibu) dan kadang keluarga dekat lainnya, yang akhirnya menciptakan perbedaan dalam hal keyakinan akan asupan nilai gizi dan pola asuh ayah-ibu pada anaknya, juga keluarga dekat lainnya yang campur tangan hingga seringkali menjadi polemik tak berujung.

Bisa saja sang ayah misalnya lebih meyakini informasi yang diberikan oleh ahli gizi, dokter kandungan atau dokter spesialis yang sebenarnya juga tidak sepakat tentang apa yang dapat memastikan seorang anak balita bisa disebut stunting.

Sementara sang ibu lebih memercayai informasi yang ditampilkan oleh Google atau seorang dokter spesialis anak dengan keterlibatan ribuan audiens dalam sekali live di media sosial. Meski diketahui pula bahwa pakar lainnya yang juga melakukan edukasi stunting di berbagai media sosial dengan pendapat dan keilmuwan berbeda memiliki ribuan sampai jutaan pengikut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline