Lihat ke Halaman Asli

Saverinus Suhardin

Perawat penulis

Toko Buku Tutup, Semangat Membaca Tidak Meredup

Diperbarui: 6 Juni 2023   10:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi sebuah toko buku (Sumber gambar:  Pexel from pixabay.com)

Toko buku tutup lagi. Kabar mengenai toko buku tutup yang terbaru kita dengar bernama Gunung Agung. Toko buku tutup, penerbit tutup, koran/majalah cetak tutup, dan deretan kabar penutupan lainnya menunjukkan bahwa era disrupsi itu nyata.

Di tempat saya tinggal saat ini, Kota Kupang-NTT, hanya ada Toko Buku Gramedia yang ada di bilangan Kuanino.

Dulu sebenarnya ada Toko Buku Suci, tapi koleksi bukunya tidak banyak dan dipajang di antara sembako serta barang kebutuhan masyarakat lainnya. Karena itu, setiap kali masyarakat Kota Kupang ditanya mengenai toko buku, maka jawaban spontannya pasti Gramedia, Kuanino.

Antara tahun 2008-2012, saya sesekali berkunjung ke sana. Sebagai mahasiswa D3 salah satu kampus di Kota Kupang saat itu, saya merasa harga buku di Gramedia Kupang tidak bisa dibilang murah. Tapi karena kebutuhan kuliah, saya tetap membeli beberapa buku yang dianggap penting.

Selama masa kuliah di Kota Kupang itu, ada satu kesempatan di mana saya menjalani praktik sebagai mahasiswa keperawatan di Surabaya. Ketika saya bertanya mengenai buku murah, orang-orang menyarankan Pasar Blauran.

Maka saya bersama teman-teman dari Kupang, NTT berkunjung di sana. Memang benar-benar murah menurut takaran kami saat itu. 

Sebagai gambaran, buku yang sama di Kupang bisa mencapai 80 ribu rupiah, tapi di Pasar Blauran cukup bayar 20 ribu rupiah.

Saya dan teman-teman membeli cukup banyak, meski akhirnya membuat pusing dosen pendamping pusing. Bagaimana tidak, berat bagasi kami melewati batas ketika pulang ke Kupang.

Ternyata masalahnya tidak hanya sebatas itu. Ketika saya gunakan buku-buku itu, saya kemudian sadar, ternyata kualitas cetaknya berbeda dengan buku yang pernah saya beli di Gramedia.

Buku murah itu seperti buku yang difotokopi. Kertasnya rapuh dan mudah lepas, sehingga tidak bisa diwariskan ke adik angkatan. Kelak baru saya tahu, ternyata itulah jenis buku bajakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline