Lihat ke Halaman Asli

Impian Bocah Angon

Diperbarui: 12 Januari 2021   19:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Puisi Sugiyanta Pancasari

"Aku ingin terbang,
menembus awan,
membelah angkasa."

(bocah angon itu tengah merajut mimpinya, menganyam cita-citanya, melayang-layang di angkasa, dengan pelepah pohon pisang, saat sendirian di padang ilalang)

"Aku tengah belajar menaklukkan ketinggian
Aku terus berusaha melawan ketakutan,
dan menumbuhkan keberanian."

(wajah bocah angon itu selalu terlihat sumringah, saat memandang langit biru, bersama arak mega-mega, kepak sayapnya selebar dan sekuat sayap burung Garuda)

"Aku tahu tubuhku mungil dan dekil, tetapi urat-uratku terbiasa untuk kuat, berlatih bersama semesta, dan senantiasa tabah saat dunia menguji kegigihanku."

(tidak ada yang tidak mungkin, selama kita tak mematahkan langkahnya, selalu meniupkan bara api dalam dada dan semangatnya, serta memupuknya dengan sepenuh jiwa dan cinta)

"Saat terbang nanti, mungkin sesekali aku akan terjatuh, hanya saja keyakinan ku terus bertumbuh, seiring impian dan cita-citaku yang tak akan meluruh."

(bocah angon itu bergeming, di layar televisi Sriwijaya Air telah menjadi serpih dan keping, tubuh-tubuh tak berdosa itu, tinggal menyisakan hening, dan air mata yang gagal mengering)

"Bukankah itu kematian yang lebih terhormat, ketimbang aku bunuh impaianku dan mengunci dalam kekerdilanku rapat-rapat.?"

(Jawabnya singkat, saat ayah bundanya bertanya, apakah anak laki-laki satu-satunya itu tetap bermimpi menjadi penerbang)

Jogjakarta, 12 Januari 2021.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline