Lihat ke Halaman Asli

Sugiarto Sumas

Widyaiswara Ahli Utama

Pembentuk Loyalitas Bawahan

Diperbarui: 12 Desember 2022   13:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kreasi sendiri menggunakan aplikasi Canva.com

KLATEN. Loyalitas terbentuk oleh rasa sayang atau rasa takut?. Ternyata dalam banyak hal, loyalitas lebih dominan dibentuk oleh rasa takut daripada rasa sayang.

Begitu sayangnya seorang atasan kepada bawahannya, ditambah dengan keinginan untuk membantu menyejahterakan bawahannya, maka terdapat tipe atasan yang mengaktualisasikan kasih-sayangnya dengan royal memberi uang kepada bawahannya.

Tetapi ternyata rasa sayang atasan dengan cara royal memberi uang kepada bawahannya, bukannya dibaca  sebagai atasan menyayangi bawahan, malahan dibaca bawahan secara terbalik, yaitu atasannya takut kehilangan dia, atau takut karena alasan lain yang dia bangun sendiri.

Hasilnya, terjadi salah tafsir bawahan. Bukannya terbangun  loyalitas bawahan kepada atasan, tetapi sebaliknya terbangun sikap tidak  loyal, tidak disiplin, tidak berintegritas, tidak bertanggung jawab, dan tidak berorientasi pelayanan.

Dalam kasus pidana pembunuhan oleh Irjen FS, terkuak berita bahwa Ibu PC tergolong penyayang dan royal kepada para ajudan. Sehingga dapat saja terjadi salah tafsir ajudan yang berdampak pada tindakan di luar nalar.

Di pihak lain, terdapat seorang atasan yang pelit dan kasar kepada bawahannya. Ternyata keadaan ini malahan membangun persepsi bawahan bahwa atasannya tidak terlalu memerlukan dia, sehingga dapat memecatnya sewaktu-waktu yang akan membuatnya kehilangan pekerjaan.

Oleh persepsi bawahan seperti ini, membuat bawahan loyal kepada atasannya, padahal penghasilannya dalam nilai ekonomi tidak seberapa  dibandingkan contoh kasus sebelumnya dengan jabatan yang setara.

Perusahaan akan maju dan berkembang pesat apabila manajemen membuat karyawannya tidak nyaman dalam posisinya. Misalnya, adanya  kewajiban karyawan untuk menyusun sasaran kinerja yang selalu meningkat dari waktu ke waktu.

Ketika sasaran kinerja tidak tercapai, maka karyawan mau tidak mau, suka tidak suka, harus siap-siap menerima sanksi berupa kehilangan bonus, teguran tertulis hingga sanksi berat berupa pemecatan.

Kondisi seperti ini membuat karyawan selalu diselimuti kegalauan takut kehilangan bonus hingga kehilangan pekerjaan. Hasilnya, karyawan akan sangat loyal kepada manajemen.

Manajemen konflik merupakan  contoh lainnya dari  seni memimpin untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline