Lihat ke Halaman Asli

Kesabaran dan Perjuangan Menanti Buah Hati

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Sayang, garis merahnya masih satu” istriku berkata sambil menyodorkan Test Pack itu kepadaku. Ku lihat jelas guratan kesedihan dimata beningnya, begitu jelas karena kacamata yang biasa ia pakai itu dilepasnya. 6 bulan berlalu sejak pernikahan kami, namun istriku belum menunjukkan tanda-tanda bahwa kami akan menimang buah hati. Setiap hari kata-kata yang selalu ia tanyakan adalah “Kapan ya kita punya anak, sayang?” hatiku kerap teriris mendengarnya, maklum teman-teman yang menikah dibulan yang sama dengan kami, kini sudah bolak-balik memeriksa kandungannya. Belum lagi pertanyaan kawan-kawan istri di kampus, “ sudah berisi, kapan ni isinya”, dan sudah bisa ku tebak, ia pulang dengan raut kesedihan.
Pernah suatu ketika sepulang pengajian, ia bercerita padaku tentang teman-teman sepengajian dengannya yang hampir tiap pekan bertanya kapan ia hamil. Hatiku renyuh akan jawaban istriku bahwa anak adalah bagian dari rizki dan rizki itu bagian dari ketentuan Allah. Meski kadang-kadang ia terlihat begitu tegar tanpa memikirkan kehadiran seorang anak ditengah-tengah kami, namun aku bisa melihat kesedihan yang ia sembunyikan itu melalui sujud panjang yang ia lalukan. Aku sama sekali tidak menyalahkannya mengapa sampai sekarang ia belum hamil, meski tidak sedikit orang-orang yang beranggapan istriku-lah yang “sakit” dan aku sama sekali tidak setuju dengan statement mereka. Aku merasa inilah ujian kesabaran yang Allah titipkan pada kami.
Sore itu, kami sedang berjalan-jalan diseputaran kota sembari membeli keperluan dapur dan lain-lain. Kami mampir disebuah supermarket yang kami anggap lengkap dengan keperluan dapur itu, aku mengambil beberapa yang menjadi keperluan. Kulihat istriku tak lagi bersama denganku, kucari ia dan ternyata ia sedang asyik membaca label susu untuk ibu hamil dan susu bayi. Ya Allah, kesabaran kami menanti buah hati benar-benar sedang diuji-Nya, lirihku. Namun keadaan ini sama sekali tidak membuat kami berputus asa terhadap doa-doa yang kerap kami panjatkan, tergiang kembali kalam-Nya dalam surah Maryam ayat 4 (Dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu). Hanya saja Allah sedang menginginkan usaha yang lebih dari usaha dan doa kami sebelumnya.
Hari itu, aku sama sekali tidak mampu menahan air mata ketika istriku bercerita bahwa ia baru saja menemani teman akrabnya berbelanja keperluan bayi. Ku dengar suaranya terbata-bata, satu persatu keperluan bayi itu disebutnya mulai dari sarung tangan, mantel, taplas, popok, gurita dan sebagainya. Aku bisa merasakan betapa sedihnya ia, namun sekali lagi ku katakan bahwa dimataku ia sosok yang tegar. Putus asa bukanlah sifatnya. Ia lebih suka berlama-lama dalam sujud panjangnya ketimbang ia mengeluh didepanku, doa-doa andalan kami tidak pernah kami tinggalkan lagi. Rabbi hablii minasshalihin (Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang shaleh, QS. As-Shaffaat : 30). Kami yakin, rizki itu akan datang hanya waktunya bukan saat ini dan Allah-lah sebaik-baik pemberi keturunan. "Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik” (QS. Al-Anbiya : 89)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline