Lihat ke Halaman Asli

Pergulatan Hidup Warga Terdampak Penutupan Dolly: Di Luar Tersenyum tapi Hati Menangis

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14199542741197478894

[caption id="attachment_344114" align="aligncenter" width="300" caption="MASIH SEPI: Suasana Sentra Kuliner Putat Jaya yang tidak ada pengunjung sama sekali, Rabu (10/12/2014)"][/caption]

MEMASUKI sebuah gang kecil di kawasan Putat Jaya, tak jauh dari lokasi eks Wisma New Barbara 22, Suryono turun dari motornya. Ketua RT sekaligus Ketua Paguyuban PKL Sentra Kuliner Putat Jaya itu membawa saya ke sebuah rumah.

“Ini lho rumahnya,” kata Suryono, sembari tangannya menunjuk rumah dengan pagar geser setinggi 1 meter dan sedikit terbuka itu, Rabu (10/12/2014).

Rumah terlihat kusam. Kotor di bagian depan. Rumah dengan lebar tiga meter dan memanjang ke belakang itu adalah milik keluarga Muktamar, salah satu dari sekitar 600 warga terdampak penutupan Dolly-Jarak.

Sebelum penutupan Dolly-Jarak, Muktamar berjualan nasi goreng di depan Wisma New Barbara 22. Selama 5 tahun terakhir, sehari-hari dia bisa menghabiskan 6-7 kg beras.

Namun semenjak tutup, usahanya langsung drop. “Dia coba jualan nasi goreng keliling. Itu gerobaknya ada di samping rumah. Tapi ya itu, dua kilo beras saja nggak tentu habis. Nggak bisa ngangkat sama sekali,” ujar Yanti, kakak dari istri Muktamar.

Usaha nasi goreng keliling Muktamar ini hanya bertahan dua minggu. Bagaimana tidak, setiap hari selalu ada nasi yang harus dibuang karena tidak habis terjual.

Kini, Muktamar meninggalkan rumahnya dan memilih bekerja sebagai kuli batu di Balikpapan untuk menutup tanggungan keluarganya. Seperti cicilan motor, biaya untuk kedua anaknya, dan sebagainya.

Istrinya, Yuli, dulu menjalankan bisnis kreditan barang-barang rumah tangga. Setelah penutupan Dolly, Yuli hanya bisa berjualan roti bakar.

Sebelumnya, keluarga Muktamar sempat mendapatkan kesempatan untuk berjualan di Sentra Kuliner Putat Jaya binaan Kecamatan Sawahan. Mereka menjual penyetan dengan stan bernama D’Khansa 86.

Usaha itu tidak bertahan lama. Dalam sehari, hanya 2-3 piring saja yang terjual. Akhirnya, Muktamar dan istri memutuskan mundur. Rencananya, Muktamar akan pulang ke Surabaya setelah melunasi cicilan motor yang menjadi salah satu tanggungannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline