Lihat ke Halaman Asli

Sindi Darmawan Prasetyo

Pembaca yang ingin menulis

Mencari Hilangnya Mata Rantai Regenerasi Timnas

Diperbarui: 30 Maret 2020   17:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG 

Kita sering terkenang akan cerita epik saat Evan Dimas dkk meraih gelar juara Piala AFF U-19 2013, hingga Bagus Kahfi dkk mengangkat trofi Piala AFF U-16 2018. Tapi cerita seperti itu meredup di level timnas senior.

"Jangan bangga juara di level junior. Itu adalah juara semu. Juara sejati itu ketika di level senior," begitu ucap mantan pelatih Timo Scheunemann dalam event Meet the World seperti yang dikutip dari Kompas.com.

Menurut Timo, sepakbola usia muda hanyalah permulaan dimana semua negara punya level yang sama. Sistem pembinaan berkelanjutan yang akan membedakan hasil di level senior.

Kegagalan melanjutkan cerita epik pada level senior menunjukkan hilangnya mata rantai regenerasi Timnas. Sistem pembinaan pemain usia muda mendapat kritik.

Sebenarnya sejak 2011 PSSI mewajibkan semua klub peserta Liga Indonesia memenuhi syarat profesional. Salah satu syaratnya adalah sporting alias pembinaan pemain muda. Sejak saat itu setiap klub diwajibkan memiliki akademi.

Tapi kompetisi kelompok umur baru secara resmi digulirkan oleh PSSI sejak 2017, saat Liga 1 U-19 diresmikan. Setahun berselang kompetisi kelompok umur berganti nama menjadi Elite Pro Academy (EPA). Kompetisi kelompok U-16 turut ditambahkan.

Sedangkan untuk kelompok umur di bawahnya, PSSI melalui Asprov mengadakan turnamen Piala Soeratin yang sudah lebih dulu digulirkan secara turun temurun sejak 1965. Piala Soeratin mempertandingkan kelompok umur U-13, U-15 dan U-17.

Ditilik dari komposisi kompetisi kelompok umur, masih ada jenjang yang terputus. Yaitu belum ada kompetisi U-23. Padahal U-23 adalah jenjang usia terakhir sebelum pemain naik kelas menjadi pemain senior.

Dalam putusnya mata rantai ini ada dua jalur yang bisa diambil oleh pemain U-23 untuk naik kelas, yaitu jalur pembinaan dalam negeri dan jalur pembinaan luar negeri.

Untuk Jalur pembinaan dalam negeri PSSI sebenarnya sudah menyiasati, dimana sejak Liga Indonesia 2018 setiap klub Liga 1 diwajibkan mendaftarkan minimal tujuh pemain U-23. Meski sudah diatur demikian, Tak berarti pemain muda serta merta mendapat kesempatan. Yang terjadi justru klub jarang memainkan pemain U-23. Sehingga kebijakan tersebut dihapus musim ini. Sejak itu jalur pembinaan dalam negeri praktis terputus.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline