Anak usia dini merupakan seorang individu yang berusia 0-6 tahun. Proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang di usia ini berkembang sangat pesat, atau biasa disebut dengan masa golden age. Munculnya pernyataan demikian, karena pada masa ini anak-anak dapat menyerap informasi dan pembelajaran yang diterimanya dengan maksimal, sehingga akan mudah diingat oleh anak sampai dewasa. Oleh karena itu, dalam masa keemasan ini, sebagai orang tua dan guru harus meberikan pendidikan yang menanamkan nilai-nilai karakter untuk anak (Asmawati, 2014).Di masa golden age ini semua perkembangan anak harus di stimulasi mulai dari perkembangan nilai agama moral,perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan fisik motorik halus dan kasar, dan perkembangan bahasa.
Merujuk pada UU no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan untuk anak usia dini sendiri berarti sebuah layanan pendidikan yang ditujukan kepada anak usia 0-6 tahun, yang dilakukan untuk menunjang proses tumbuh kembang anak baik dalam segi jasmani maupun rohani, sehingga menjadikan anak lebih siap untuk menempuh pendidikan di tingkat selanjutnya. Dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, guru selaku pelaku pendidikan, harus memperhatikan beberapa aspek yaitu meliputi tumbuh kembang fisik anak (fisik motorik halus dan kasar), kecerdasan (IQ, EQ, dan SQ), sosial emosional (hubungan anak dengan lingkungan sosial sekitarnya), serta bahasa dan komunikasi. Semua aspek-aspek tersebut diajarkan dengan memperhatikan tahap tumbuh kembang anak dan keunikan yang ada pada diri masing-masing anak (Sujiono, 2013).
Adanya pendidikan untuk anak usia dini diharapkan dapat menjadi sarana dan tempat anak untuk mengeksplor keunikan-keunikan yang ada pada dirinya. Sehingga pihak penyelenggara pendidikan anak untuk usia dini perlu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan untuk anak, sekaligus dapat mengasah kemampuan dan kreativitas anak. Salah satu bentuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan untuk anak adalah dengan memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih pembelajaran dan media apa yang dia inginkan untuk belajar (Sujiono, 2013).
Disini penulis ingin memberikan inovasi baru dalam melakukan kegiatan berhitung pada anak yaitu melalui permainan langsung dan tentunya aman untuk anak-anak. Salah satu permainan untuk mengembangkan kemampuan berhitung anak, penulis menggunakan permainan memancing ikan sesuai kartu angka yang dikocok. Dalam melakukan kegiatan berhitung menggunakan permainan memancing ikan ini anak sangat senang dan sangat antusias. Perkembangan anak melalui permainan memancing ini dapat terstimulasi semua bukan hanya kognitifnya saja yang berkembang.
Dari segi perkembangan nilai agama moral, anak mampu menujukkan sikap berdoa sebelum memulai kegiatan. Dari segi sosial emosional anak menunjukkan sikap sabar saat melakukan kegiatan memancing. Dari segi kognitif, anak mampu berhitung angka sesuai urutan. Dari segi bahasa, anak mampu menyebutkan angka yang diperoleh saat mengocok kartu angka. Dari segi fisik motorik, anak mampu memegang alat pancing dengan benar. Anak juga mampu menulis angka menggunakan pensil dengan benar.
Media permainan memancing ini dibuat oleh penulis dengan bahan-bahan yang mudah didapatkan. Sehingga untuk menstimulasi perkembangan anak dalam berhitung, para orang tua tidak perlu membeli mainan yang mahal. Media ini bisa dibuat oleh para orang tua dirumah.
Bahan yang digunakan adalah kertas karton warna warni, klip kertas, magnet, kayu, benang, sketsa gambar ikan, dan kartu angka.
Ketrampilan hidup anak dapat berkembang ketika bermain menggunakan permainan memancing ikan ini.Seperti kemampuan dalam berfikir kritis, kreatif kolaboratif, komunikatif, dan pemecahan masalah. Pasalnya media memnacing ini yang mudah dibentuk,diubah, dan dipasang ,memberikan kebebasan pada anak dalam bereksplorasi sesuai kemampuan dan imajinasinya tanpa adanya batasan.
Manfaat permainan memancing ini bagi anak adalah :
1. Anak senang belajar berhitung tanpa terbebani
2. Anak bebas bermain sesuai keinginan tanpa dibatasi waktu