Lihat ke Halaman Asli

Dandi Siboro

Mahasiswa STT-Bandung

Toleransi Beragama di Sekolah

Diperbarui: 19 Maret 2020   07:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: suaradewata.com

Sekolah adalah bangunan atau lembaga pemerintah untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran yang diikuti oleh berbagai macam murid dari latar belakang yang berbeda. Indonesia memiliki 6 agama yang diakui yaitu islam, kristen protestan, khatolik, hindu, buddha, kong hu cu. Dengan menjadi negara yang memiliki banyak agama apakah toleransi antar umat tidak menjadi masalah?

Toleransi beragama di Indonesia terutama di sekolah telah mengalami penurunan. Toleransi kian memburuk karena beberapa kepentingan yang dilakukan oleh beberapa kelompok yang juga mempengaruhi anak-anak di SMK. Padahal, toleransi merupakan salah satu sarana yang dapat menumbuhkan rasa persatuan dalam kehidupan berbangsa.

Dengan bertoleransi, secara tidak langsung yang ditimbulkan diusia dini dapat membangun rasa toleransi yang kuat. Hal ini dapat merubah beberapa pandangan dari sekelompok orang yang antipati terhadap toleransi beragama.

Sebagai orang dewasa dan guru, selayaknya muridnya mampu bersikap toleransi dilingkungan sekolah. Karena sekolah adalah tempat yang dihadiri oleh banyak umat beragama, dan sudah saatnya toleransi terhadap perbedaan keyakinan dapat di timbulkan. Sehingga, lahir anak-anak muda mampu menerima perbedaan yang ada disekitar dan mampu menghargai hal itu.

Namun, hal itu tidak sesuai dengan yang diharapkan karena banyak sekali kejadian-kejadian intoleran  yang terjadi disekolah. Seperti beberapa kejadian pada tahun 2016 ditingkat pendidikan dasar mayoritas guru PAI menolak kepemimpinan non-muslim. Survei yang dilakukan oleh Kemenristekdikti 23,4 persen mahasiswa dan 23,3 persen siswa SMA di Indonesia memiliki pandangan intoleran.

Lalu mengapa sebagian pelajar di Indonesia Intoleran?

Salah satu penyebab banyaknya pelajar-pelajar di Indonesia yang intoleran adalah karena banyak nya keberadaan tenaga pengajar yang sebagian intoleran. Sebagai sosok yang selalu diibaratkan “orang tua siswa”, guru memang memiliki peran yang cukup besar dalam pola pikir siswanya. Terlebih pelajar disekolah, masih dalam tahap pencarian jati diri.

Namun sayangnya, sebagian guru di Indonesia justru menanamkan nilai-nilai intoleransi.

Dalam hal mengucapkan selamat natal, imlek, nyepi, dan waisak juga banyak pihak-pihak yang melarang mengucapkan hal itu. impact yang diperoleh masyarakat selain memberikan pola pemikiran kemunduran juga menimbulkan benih-benih perpecahan. Apabila pengajar-pengajar dalam hal ini guru, dosen dan ormas yang memiliki rasa toleransi dan menanamkan pada siswanya mungkin persatuan akan semakin erat diantara umat di Indonesia.

Bercermin pada Semarang yang pada 2012 lalu menjadi tuan rumah dialog lintas agama tingkat regional. Dengan berbagai macam agenda didalamnya hal ini patut diapresiasi karena pada dasarnya negara telah memiliki komitmen dalam perdamaian dan dialog antar agama, peradaban, dan budaya.

Pada tahun lalu Indonesia menjadi  inspirasi toleransi beragama dan multikulturalisme bagi Jerman. Pada seminar seminar “Tolerance of Islam in Pluricultural Societies, yang berlangsung pada 29 Mei 2019 di Villa Borsig, Berlin, Jerman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline