Lihat ke Halaman Asli

Siauw Tiong Djin

Pemerhati Politik Indonesia

Latar Belakang Kewarganegaraan Indonesia

Diperbarui: 3 September 2021   03:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (KOMPAS/JITET)

Banyak orang Indonesia keturunan Tionghoa, terutama generasi mudanya, tidak mengetahui bahwa kewarganegaraan Indonesia yang dimilikinya merupakan hasil perjuangan politik sejak berdirinya Republik Indonesia pada 1945.

Tulisan ini menggambar secara singkat sejarah perjuangan yang membuahkan kewarganegaraan Indonesia.

Nasion Indonesia dan Kewarganegaraan Indonesia

Sebelum kemerdekaan diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, empat tokoh Tionghoa pendiri dan pemimpin PTI (Partai Tionghoa Indonesia) yang didirikan pada 1932, mengadakan pertemuan berkali-kali di Surabaya dan Malang. Mereka adalah Liem Koen Hian, Tan Ling Djie, Tjoa Sik Ien dan Siauw Giok Tjhan.

Sejak pendudukan Jepang (1942-1945) ke empat orang ini berpisah. Liem berada di Jakarta. Tan di Cimahi, Tjoa di Surabaya dan Siauw di Malang.

Mereka berembuk untuk merumuskan aspirasi komunitas Tionghoa yang harus diikut sertakan dalam UU dan bentuk negara Indonesia merdeka yang sedang diperbincangkan dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno. Liem Koen Hian merupakan anggota di Panitia tersebut. 

Sejak pendirian PTI, mereka bersandar atas prinsip kebangsaan yang dicanangkan oleh Indische Partij - berdiri pada 1912 di bawah pimpinan Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Ki hajar Dewantara -- yaitu Indonesia adalah sebuah nasion yang bersatu tanpa memperdulikan latar belakang asal keturunan semua yang berada di dalamnya dan semua yang berada dalam kesatuan tersebut memiliki hak dan kewajiban yang sama.

Berdasarkan pengertian ini ke-empat tokoh Tionghoa tersebut merumuskan bahwa setiap orang yang lahir di Indonesia adalah bagian dari nasion Indonesia dan menjadi warga negara Indonesia.

Selanjutnya mereka menegaskan bahwa harus ada Undang-Undang yang melarang praktek-praktek diskriminasi rasial dan adanya ketentuan hukum yang menjamin adanya persamaan hak dan kewajiban setiap warga negara Indonesia.

Mereka-pun bersepakat untuk disampaikan harapan bahwa nasionalisme Indonesia tidak berkembang sebagai chauvinisme.

Liem Koen Hian menurut sertakan rumusan di atas di dalam diskusi dan pidatonya di Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada Agustus 1945.

Harapan ke-empat orang ini ternyata terpenuhi. Tidak lama setelah kemerdekaan diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, tepatnya pada tanggal 1 November 1945, dikeluarkanlah Maklumat Politik (Manifesto Politik) yang dengan tegas mengikutsertakan janji para pendiri Republik Indonesia, yaitu "menjadikan semua orang Indo-Asia dan Indo-Eropa, warga negara,
patriot dan demokrat Indonesia, dalam waktu sesingkat mungkin".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline