Lihat ke Halaman Asli

SH Tobing

Berbagi Untuk Semua | shtobing@gmail.com | www.youtube.com/@belajarkoor

Mengenang Teror Bom Bali 12 Oktober 2002

Diperbarui: 13 Oktober 2020   17:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

FOTO ANTARA/Nyoman Budhiana/ed/ama/12.

Perbuatan biadab para teroris, yang meledakan bom di malam hari tanggal 12 Oktober 2002 di Bali, di Paddy dan sari Club Legian yang seketika merenggut 202 jiwa, serta melukai ratusan orang lainnya sekaligus merusak puluhan bangunan, kendaraan dan berbagai obyek di sekitarnya, layak selalu kita kenang untuk menjadi pelajaran dan upaya mencegah teroris. 

Duka yang sedalamnya untuk seluruh korban dan keluarga yang ditinggalkan. 

Dok: Solo Pos

Saran seorang psikolog agar kita melupakan kenangan buruk ternyata tidak mudah untuk melakukannya. Apalagi kenangan yang secara lansung kita rasakan. Sebagaimana kenangan buruk teror bom Bali tepat 18 (delapan belas) tahun silam itu.

Masih terbayang ketika ledakan yang menggoncangkan kota Denpasar dan sekitarnya, sehingga mengakibatkan lapisan langit-langit di tempat saya berada rontok sebagian, padahal saya berada sekitar 1 kilometer dari TKP. Tepatnya saya ketika itu berada di Planet Hollywood di kawasan Bali Galeria.

Walau kejadiannya tidak secara langsung berdampak kepada saya, keluarga maupun teman-teman dekat saya. Namun ternyata perasaan dan pikiran saya masih mengenangnya hingga sekarang, bukan hanya ketika mendengar suara bom dan melihat api membubung tinggi ke langit di malam itu, tetapi juga akibat rasa amarah, kesal dan panik yang terjadi di sekitar saya.

Masih terbayang sopir taksi yang mengantarkan kami kembali ke hotel dengan geram dan marah menyesesali perbuatan "para pendatang". Para pendatang katanya dengan yakin, karena dia yakin tak seorangpun penduduk Bali mau merusak daerahnya. 

Dia yakin bahwa apapun alasannya orang Bali tidak akan merusak daerahnya sendiri, apalagi melakukan pembunuhan yang demikian keji.

Terbayang sangat nyata di pikiran saya ketika orang-orang asing dengan panik menyeret koper dan menggendong anak-anak mereka meninggalkan hotel.

 Bagaimana mereka di tengah ketakutan berteriak ingin lebih dahulu memperoleh shuttle bus hotel atau taksi, atau kendaraan apa saja, dengan biaya berapa saja, yang dapat mengantar mereka ke bandara.

Terngiang sangat jelas, bagaimana para petugas hotel berusaha menenangkan mereka, dan mengatakan bahwa mereka aman. Karena seluruh aparat keamangan Indonesia menjamin keamanan mereka, apalagi area perhotelan yang kami tempati sangat kuat pengamanannya. Bahkan percuma juga ke bandara karena kemungkinan besar tidak ada penerbangan ke negara yang mereka tuju. 

Namun semua itu tidak didengar oleh para turis mancanegara, mereka tetap memaksa untuk dibantu meninggalkan hotel menuju bandara. Tempat yang lebih mereka percaya akan menjamin keamanan mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline