Lihat ke Halaman Asli

Shendy Adam

TERVERIFIKASI

ASN Pemprov DKI Jakarta

"Pelican Crossing" dan Keberpihakan terhadap Pedestrian

Diperbarui: 2 Agustus 2018   20:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tampak pengendara motor menerobos pelican crossing di depan Mall Ambassador, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (26/07/2018).(KOMPAS.com/-DEAN PAHREVI)

Pedestrian alias pejalan kaki seringkali mendapat perlakuan tidak adil. Mereka ibarat anak tiri yang selalu harus mengalah. Kebijakan Anies Baswedan mengganti Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) dengan pelican crossing patut disyukuri sebagai satu langkah maju.

Jalur pedestrian alias trotoar yang buruk adalah kelaziman di berbagai kota di negeri ini. Bukan hanya sempit dan tidak mulus, malah ada yang berkontur turun naik, tidak rata bahkan berlubang. Belum lagi ulah pengendara sepeda motor yang otaknya ditinggal di rumah, seenaknya mereka melintasi trotoar.

Okupasi terhadap hak pejalan kaki juga dilakukan oleh para pedagang kaki lima. Barang jualannya macam-macam. Mulai dari minuman ringan, makanan berat, kacang, kuaci, permen (disingkat cangcimen) sampai perkakas seperti obeng dan tang juga kerap dijajakan di trotoar.

Aksi yang dilakukan Koalisi Pejalan Kaki justru suka ditanggapi nyinyir. Tidak jarang juga ada perlawanan terang-terangan. Padahal, mereka menyuarakan kebenaran.

Pikiran nakal saya mengantarkan pada kesimpulan bahwa boleh jadi pejalan kaki memang dianggap warga negara kelas dua. Hak mereka pantas dikesampingkan manakala berhadapan dengan pengguna kendaraan.

Oleh karena itu, saya menyambut gembira keputusan gubernur Anies Baswedan yang membongkar Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Jalan Thamrin dan menggantinya dengan pelican crossing. Lho, apa hubungannya pembongkaran JPO dengan hak pejalan kaki?

JPO Bundaran HI yang dibongkar (sumber: beritajakarta.id)

Dari pemberitaan di media, saya mendapati alasan utama yang melandasi kebijakan Pak Anies adalah soal estetika. Menurut beliau, keberadaan JPO tersebut menghalangi pandangan Tugu Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia dari arah utara.

Bukan bermaksud mengesampingkan aspek estetika, saya justru lebih menyoroti kebijakan tersebut dari sisi kenyamanan bagi pejalan kaki.

Fasilitas penyeberangan secara garis besar terbagi ke dalam 2 kategori, yakni sebidang dan tidak sebidang. Zebra cross dan pelican crossing adalah contoh yang sebidang, sedangkan JPO dan terowongan bawah tanah termasuk fasilitas penyeberangan tidak sebidang.

Masing-masing pilihan ada plus minusnya. Dalam memilih memang ada kaidahnya, kalau tidak salah ada panduan yang pernah dikeluarkan Departemen Pekerjaan Umum dulu (sekarang Kemenpupera). Saya tidak akan membahas detail teknis soal fasilitas penyeberangan ini, silakan saja jika ada rekan Kompasianer yang ingin mengulasnya.

Pedoman perencanaan fasilitas penyeberangan (dokpri)

Saya hanya merasa perlu mengapresiasi kebijakan gubernur karena pilihan terhadap pelican crossing adalah sebuah keberpihakan. Selama ini manusia (baca: pejalan kaki) selalu harus mengalah kepada mesin (baca: motor dan mobil). Sementara kendaraan melintas tanpa gangguan, pedestrian justru harus berjuang keras naik dan turun JPO.

Dengan pelican crossing, pejalan kaki tidak perlu bersusah payah lagi. Saudara-saudara kita yang lanjut usia dan difabel jauh lebih mudah untuk menyeberang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline