Lihat ke Halaman Asli

Shannaz Renata Pasha

Mahasiswa Ilmu Keperawatan

Stigma Masyarakat terhadap Perawat: Perawat Hanya Pembantu Dokter?

Diperbarui: 21 Desember 2023   21:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.freepik.com/free-photo/close-up-team-health-workers_18776122.htm#query=health%20collaboration&position=0&from_view=search&track=ais&uuid=3

Keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan. Menjadi seorang perawat bukanlah hanya sebagai orang berketerampilan khusus yang dilatih untuk melakukan tugas-tugas tertentu, tetapi seorang perawat juga diartikan sebagai seorang yang profesional. Dalam menjalankan tanggung jawabnya, perawat perlu menanamkan dan mengaplikasikan standar-standar yang berlaku pada profesi keperawatan, seperti standar praktik keperawatan profesional dan standar kinerja profesional. Hal ini guna membantu perawat dalam memberikan perawatan kepada pasien yang akan berdampak pada pembangunan kepercayaan pasien kepada perawat tersebut (Potter et al., 2021).

Dalam menjalankan tugasnya, perawat juga akan melakukan kolaborasi pelayanan kesehatan dengan para profesi kesehatan lainnya, seperti dokter, apoteker, ahli gizi, dan sebagainya. Kolaborasi ini akan mencakup diskusi mengenai diagnosis, kerja sama dalam manajemen, dan juga perawatan yang akan diberikan kepada pasien. Setiap profesi kesehatan yang terlibat memiliki tugas dan perannya masing-masing sehingga kolaborasi tersebut dapat mengoptimalkan perawatan kesehatan pasien (Berman et al., 2022).

https://www.freepik.com/free-photo/doctors-reading-data-digital-tablet_5634019.htm#query=health%20collaboration&position=21&from_view=search&track=ais

Di negara maju, pemikiran tentang peran perawat dalam meningkatkan layanan kesehatan sudah sangat berkembang. Beberapa negara di Asia, seperti Thailand, Filipina, dan Iran juga menunjukkan bahwa perawat memiliki otonomi dalam pengambilan keputusan perawatan pasien (Anderson et al., 2018). Namun, kondisi sebaliknya terjadi di Indonesia. Perawat di Indonesia merasa tidak dapat memberikan perawatan yang maksimal dan efektif disebabkan beberapa faktor struktural dan budaya. Sejak zaman kolonial Belanda, masyarakat percaya bahwa peran perawat sebagai pemberi layanan kesehatan hanya sebatas membantu dokter saja. Seluruh tindakan yang dilakukan oleh perawat dianggap harus berdasarkan perintah dokter sehingga berpengaruh pada otonomi perawat di Indonesia (Juanamasta et al., 2021). 

Baru-baru ini, media sosial digemparkan dengan oknum dengan inisial A yang mengirim  pesan pribadi serta L yang mengomentari secara eksplisit suatu video di salah satu platform media sosial bahwa perawat hanyalah sosok pembantu dokter. Hal ini tentu saja membuat ramai pengguna media sosial, terutama para perawat. Pesan serta komentar oknum A dan L tersebut menjadi salah satu bukti masih adanya pandangan negatif atau stigma kepada para perawat di Indonesia. Pandangan bahwa perawat merupakan profesi yang membantu dokter nyatanya tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan di luar negeri juga. Pandangan tersebut bahkan dilakukan oleh rekan sejawat perawat, yaitu dokter. Menurut penelitian di Lebanon, sebanyak 34,8% dokter setuju bahwa dokter harus menjadi otoritas dominan dalam semua urusan pelayanan kesehatan dan sebanyak 46% dokter setuju fungsi utama perawat adalah melaksanakan perintah dokter (Ahmadieh et al., 2020).

Berdasarkan isu tersebut, terlihat bahwa sistem kolaborasi antar profesi kesehatan tampaknya masih perlu ditingkatkan baik di Indonesia maupun seluruh dunia. Maraknya pandangan tersebut sungguh disayangkan karena kolaborasi pelayanan kesehatan dapat menjadi pendekatan yang sangat baik untuk memenuhi seluruh kebutuhan pelayanan kesehatan pasien. Kolaborasi antar profesi kesehatan memiliki fokus pada rasa saling menghormati, komunikasi yang baik dan terbuka, serta bersama-sama saling menguatkan dalam melakukan pengambilan keputusan klinis untuk mencapai perawatan pasien yang berkualitas. Selain itu, pandangan dokter terhadap peran perawat yang telah disebutkan sebelumnya juga dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan yang dimiliki perawat dan dokter. Para dokter merasa bahwa pendidikan yang mereka miliki lebih baik dibandingkan dengan para perawat (Mboineki et al., 2019).

Maka dari itu, kesadaran akan pentingnya kolaborasi pelayanan kesehatan perlu ditanamkan pada diri setiap orang baik para profesi kesehatan maupun masyarakat umum. Dengan begitu, stigma yang tersebar mengenai peran perawat akan perlahan memudar dan juga hubungan interprofesional dapat dimaksimalisasi (Ahmadieh et al., 2020). Selain itu, penyiapan tenaga keperawatan melalui sektor pendidikan yang memadai penting untuk dicatat guna tercapainya peningkatan persentase standarisasi perawat profesional yang merata di seluruh Indonesia. Hal ini akan mengurangi keterbatasan tingkat pendidikan dan akan meningkatkan kompetensi perawat sehingga peluang munculnya pandangan merendahkan dari masyarakat dan profesi kesehatan lain juga akan berkurang (Juanamasta et al., 2021).

Daftar Pustaka

Ahmadieh, H., Majzoub, G. H., Abou Radi, F. M., & Abou Baraki, A. H. (2020). Inter-professional physician-nurse collaboration in Lebanon. International Journal of Health Governance, 25(1), 34–45. https://doi.org/10.1108/ijhg-05-2019-0036

Anderson, V. L., Johnston, A. N. B., Massey, D., & Bamford-Wade, A. (2018). Impact of magnet hospital designation on nursing culture: An integrative review. Contemporary Nurse, 54(4–5), 483–510. https://doi.org/10.1080/10376178.2018.1507677 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline