Lihat ke Halaman Asli

Perjalanan Hidup, Bab 2

Diperbarui: 7 Januari 2018   14:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

7 tahun kemudian, desa Empetrieng

            "Oper Agam, oper." Agam mengoper bola ke Rahmat. Bola kini di kaki rahmat dan ia sudah berada di depan gawang. Rahmat langsung menendang dengan keras bola itu lalu merobek gawang. Kedudukan menjadi 2-1 untuk tim Agam.

            Rahmat menepuk pundak Agam, "operan yang bagus" katanya.

            Bocah hitam manis itu hanya cengengesan. Ia memang lihai dalam bermain bola. Sejak umur 4 tahun, ayahnya yang juga menggemari sepak bola mulai mengajarkannya menendang si Bundar. Dan kini diusianya yang ke 7, ia menjadi andalan timnya.

            Adzan berkumandang, anak-anak mulai menepi dan mengambil minuman di sisi lapangan, ini kemanangan ke 5 mereka secara berturut-turut. Bermain di bekas sawah memang menjadi hobi yang asik bagi anak-anak kampung Empetrieng, sepulang sekolah dan madrasah, mereka langsung menuju lapangan.

            Setelah berpamitan dengan temannya Agam menuju rumah. Entah kenapa pulang menuju rumah menjadi hal yang paling berat baginya. Seperti berada di rumah dan di lapangan merupakan dua dimensi yang berbeda.

            "Gila kamu, istri macam apa kamu."

            Suara itu terdengar lagi di telinganya, yang membuat ia enggan membuka pintu. Pertengkaran antara kedua orang tua yang sering disebabkan hanya karena masalah sepele. Agam sudah muak mendengar semua itu. Di usianya yang masih 7 tahun, saat harusnya kehangatan keluarga menyentuhnya, ia malah disuguhi adegan seperti itu selalu.

            Perlahan-lahan ia membuka pintu rumahnya, PRINGG, pirng dijatuhkan oleh ayahnya yang langsung masuk ke kamar. Pemandangan yang sangat ia benci.

            Setelah ayahnya beranjak tinggal ibunya sekarang terduduk dan menangis. Agam berkata kepada ibunya, "Jangan menagis ibu."

            "Ibu sudah tidak tahan Agam, ibu sudah tidak sanggup."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline