Lihat ke Halaman Asli

Setiyo Bardono

TERVERIFIKASI

Staf Kurang Ahli

Perjuangan Mencari Utang

Diperbarui: 16 Mei 2022   14:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

lustrasi rumah-rumah dari coretan Sita

Paijo duduk gelisah di bangku panjang peron Stasiun Tepi Kota. Perjalanan menyambangi rumah dua saudaranya untuk mendapatkan pinjaman uang belum membuahkan hasil. Untuk masalah utang, nama Paijo sepertinya sudah masuk daftar hitam dalam catatan sanak saudaranya. Paijo harus menyusun siasat baru, agar tidak pulang dengan dompet kosong.

Sebenarnya banyak alternatif untuk mendapatkan pinjaman uang. Hampir tiap hari Paijo menerima SMS atau pesan pendek entah dari siapa yang menawarkan pinjaman dengan bunga rendah dan proses cepat. 

Tawaran pinjaman online yang beredar di media sosial juga bertubi-tubi menggoda. Tapi Paijo takut tidak bisa membayar utang dan bunganya kemudian berurusan dengan penagih utang. Paijo lebih memilih jalan konvensional, mencari utang ke tempat sanak saudara.

Jam tujuh pagi, Paijo sudah ada di rumah kontrakan Iwan, adik bungsunya, tak jauh dari Stasiun Pusat Kota. Sejak dipersilakan masuk, Paijo merasakan aura penerimaan yang kurang hangat. Bagi keluarga Iwan, kehadirannya mungkin hanya merusak suasana minggu pagi.

Iwan dengan memakai seragam satpam, duduk gelisah di tikar plastik sambil memangku Zidan, anak satu-satunya. Husna, istri Iwan setelah menyuguhkan segelas air putih kembali sibuk di dapur.

Setelah perbincangan basa-basi, Paijo dengan bibir bergetar mengutarakan maksud kedatangannya. Meskipun puluhan kali meminjam uang pada saudara atau teman dekat, ada beban berat dan perasaan malu yang menggelayuti hatinya. 

Namun demi mendapatkan pinjaman uang, Paijo harus merendahkan diri serendah-rendahnya, membuang rasa malu sejauh-jauhnya, serta menciptakan suasana dan cerita nelangsa yang membuat iba.

Iwan hanya menunduk sembari membelai rambut Zidan. Paijo dengan berlinang air mata mengatakan kalau ia membutuhkan uang untuk membayar cicilan telepon genggam sebesar Rp 350 ribu. Sementara uang kontrakan rumahnya sebesar Rp 700 ribu per bulan juga harus segera dibayar.

Sejak kontrak kerjanya di perusahaan garmen habis dua tahun lalu, Paijo menggantungkan nasib dengan kerja serabutan. Sementara istrinya keliling kampung berjualan nasi uduk dan gorengan. Kondisi keuangannya semakin sulit setelah ada pandemi. Paijo tak ingat lagi sejak kapan ia mulai hidup bergelimang utang.

"Mas Paijo ini gimana sih, pas musim pandemi kok ngredit hape segala," kata Iwan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline