Lihat ke Halaman Asli

Inflasi Pangan dalam Bayangan

Diperbarui: 10 November 2023   15:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Panas ekstrem yang berkepanjangan akibat badai El Nino telah berlangsung sejak Maret dan diprediksi oleh BMKG akan berakhir pada Februari hingga Maret 2024 nanti. 

Panas ekstrem ini menganggu aktivitas ekonomi masyarak terutama pada sektor pangan. Komoditas pangan terutama beras mulai terganggu akibat panas ekstrem yang menyebabkan banyak petani yang gagal panen. Bahkan di beberapa daerah terjadi kekeringan saluran irigasi sehingga menyulitkan petani pada masa tanam.

Aktivitas petani yang gagal panen menyebabkan harga beras melambung tinggi. Tidak hanya di Indonesia, tingginya harga beras juga dialami oleh negara lain seperti India, Myanmar, Arab, dan Rusia. Negara-negara tersebut bahkan telah membatasi ekspor beras ke negara lain. Hal ini menyebabkan harga beras di Indonesia tinggi karena pasokannya berkurang dan Indonesia tidak dapat mengimpor banyak dari negara lain.

Tidak hanya harga beras yang melambung tinggi, harga telur dan cabai juga ikut meroket. Kenaikan komoditas pangan pokok ini akan cenderung memengaruhi harga komoditas yang lain sehingga ikut menjadi naik. Kenaikan harga komoditas akan merusak tatanan harga di pasar dan menyebabkan terganggunya stabilitas harga. Jika stabilitas harga pangan terganggu maka akan menyebabkan inflasi pangan.

Menurut data BPS, inflasi Indonesia masih cukup terkendali yaitu 2,56%. Namun dampak dari badai el nino yang masih membayangi hinga tahun 2024 perlu tetap diwaspadai. 

Sejauh ini, Bank Indonesia sebagai otoritas yang menjaga stbilitas harga memiliki program unggulan GNPIP untuk menjaga stabilitas harga an ketahanan pangan nasional diantaranya yaitu dukungan kegiatan operasi pasar murah, penguatan ketahan pangan strategis, perluasan kerjasama antar daerah, dukungan subsidi ongkos angkut, peningkatan pemnafaatan alsintan dan saprotan, penguatan infrastruktur TIK, serta penguatan koordinasi untuk menjaga ekspetasi inflasi.

Sesuai dengan teori post keynesian bahwa inflasi tidak hanya terjadi karena fenomena interaksi permintaan dan penwaran uang, tetpai juga apat disebabkan karena faktor struktural seperti yang terjadi yaitu kegagalan panen. 

Bagi negara berkembang seperti Indonesia, harga komoditas pangan menjadi faktor penting yang dapat mengendalikan inflasi. Hal ini karena masyarakat Indonesia yang masih sangat konsumtif dan komoditas pangan yang ada mudah rusak sehingga rentan terhadap guncangan pasokan.

Inflasi pangan yang tidak diwaspadai juga akan memengaruhi daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat yang turun tentunya tidak berdampak baik bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pertumbuhan ekonomi akan melambat dan menyebabkan tingkat kesehjateraan masyarakat juga akan menurun.

Bank Indonesia sebagai otoritas moneter perlu meninjau kembali suku bunga untuk merangsang daya beli masyarakat. Akan tetapi, sinergi untuk tetap mempertahankan ketahan pangan juga perlu dilakukan oleh semua pihak termasuk pemerintah. 

Operasi pasar murah terus perlu dilakukan tidak hanya dikota-kota besar. Bantuan pemerintah juga perlu dipantau agar tepat sasaran. Perlunya regulasi untuk memitigasi agar kondisi serupa tidak terjadi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline