Lihat ke Halaman Asli

Karena Dia

Diperbarui: 1 Desember 2020   22:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Karena dia

( kisah nyata )

Jika mencintai mencintailah dengan sederhana, agar tidak terlalu sakit jika disakiti, begitu pula dengan membenci membencilah dengan sekedernya saja, khawatirnya sesuatu yang teramat kita benci akan begitu memikat hati kita, dan merubah benci menjadi cinta, seperti yang kualami saat itu.

Terlahir dari keluarga yang tidak terlalu peduli dengan hal religius. Ibuku muslim ayahku juga, namun tinggal dikalangan minoritas muslim, akhirnya ayahku terseret dengan lingkungan dan teman-teman bergaulnya sehingga beliau menjadi murtad saat usiaku 4 tahun. 

Ayahku memilih menjadi pemeluk agama nasrani dan ibuku masih bertahan dengan agamanya yakni islam. Jadinya kami sebagai anak-anak seolah seperti terombang-ambing dalam dua agama. 

Meski demikian orang tuaku membiarkan kami bebas memilih agama mana yang kelak kami yakini, karna mesti memilih salah satu toh hanya sekedar simbol dari kami, mereka tidak peduli apakah kami mau peduli agama atau tidak, karna ibuku memeng bukan muslim yang taat, ayahku juga bukanlah nasrani yang doyan ke gereja. Yang kusaksikan dari mereka itu hanyalah simbol belaka.

Akhirnya kami tumbuh dalam keluarga yang keadaan agamanya seperti itu, membuatku dan ketiga adikku hanya mengikuti arusnya, kami ikut saja kemana arus ini membawa kami. Aku sendiri bingung apa sih agamaku sebenarnya ? karna kalau ibuku mengajak aku sholat waktu lebaran aku juga ikut, demikian kalau ayahku natalan aku juga ikut. 

Aku tidak tau bagaimana pengajaran masing-masing agama ibu dan ayahku, hingga akhirnya aku tumbuh menjadi pemuda remaja dengan tertatih dan tanpa prestasi, aku berhasil menammatkan SMAku di sekolah di daerahku.

Jujur soal islam secara khusus aku sangat asing dengan ajarannya, aku tidak menbenci islam, aku hanya menbenci melihat wanita muslimah memakai cadar, itu saja , karena bagiku cadar itu sangat maenggangu, buat apa coba wajah mereka ditutup, kalau tidak cantik ..kenapa harus risih, kalaupun cantik.. kenapa harus dsembunyiin. Dan ketidaksukaanku terhadap wanita muslimah bercadar itu sangat besar. 

Pernah saat kelas 3 SMA, ada siswi pindahan dari gorontalo memakai cadar, dan selama ia masuk sekolah selalu kubuat tidak nyaman , yaa..kalau berpapasan dengannya selalu kupaksa membuka cadarnya, bahkan sampai dia menangis ketakutan, aku tak peduli, pokoknya aku tidak suka. 

Dan hal itu berlangsung terus menerus, hingga akhirnya orang tuanya memindahkan ia ke sekolah yang lain, karena tidak nyaman dengan keusilanku. Begitulah ketidaksukaanku terhadap wanita muslimah  bercadar membuatku selalu usil kepada mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline