Lihat ke Halaman Asli

Fransiskus Sardi

Lulus dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Program Filsafat

Konsep-Konsep Penting dalam Budaya Rongga: Dari Paham Yang Ilahi sampai Konsep Ketidakselamatan

Diperbarui: 2 Oktober 2021   10:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tarian Vera Budaya Rongga, salah satu warisan kebudayaan Rongga. Dok Pribadi: Fransiskus Sardi

Tulisan ini adalah hasil elaborasi saya dari pengetahuan dan pengalaman pribadi saya sebagai orang Rongga. Saya pernah menulis tentag tarian vera yang menjadi kekhasan budaya Rongg. Bisa baca di sini.

Sebenarnya tulisan ini adalah tugas pribadi saya dalam mata kuliah Paham Ketuhanan. Dosen saya meminta kami untuk memetakan konsep ketuhanan dalam budaya lokal kami masing-masing. Alur dan metode yang diterapkan adalah konsep dari Ninian Smart (1927-2001). Roderick Ninian Smart ialah seorang penulis asal Skotlandia dan dosen perguruan tinggi. Ia dianggap pelopor dalam bidang studi religius sekuler.

Berikut saya menerapkan konsp-konsepnya dalam konteks pemahaman budaya Rongga.

Konsep Tentang Yang Ilahi

Sebutan tentang Yang Ilahi dalam Budaya Rongga adalah Ema Mori Ndewa,  Embu Nusi dan Mori Tanah, Mori Watu Nitu tanah. Term-term ini secara keseluruhan dapat dipahami atau disebut sebagai Yang Transenden.

Nama-nama ini memiliki arti sebagai suatu realitas Ilahi yang keberadaanya tidak dilihat secara kasatmata, tetapi diyakini ada dalam dinamika kehidupan orang Rongga.

Nama ini memiliki sisi feminim dan juga maskulin. Karakter kelamin ganda ini tidak terlepas dari keyakinan bahwa Yang Ilahi ini ada dalam alam semesta, roh leluhur dan juga dalam diri hewan-hewan tertentu.

Terlepas dari pemahaman modern tentang maskulin dan feminim, orang rongga memahami sisi ini ada dalam diri pribadi Yang Ilahi karena memiliki kuasa baik dan kuasa buruk.menghancurkan.

Salah satu contoh adalah musibah yang disebabkan bencana alam. Hal ini dinilai oleh orang rongga disebabkan ada disharmoni antara Embu Nusi sebagai Yang Ilahi dengan manusia. Untuk mengembalikan situasi ini maka akan diadakan sesajian di tempat-tempat yang sudah diaggap sakral, misalnya mata air, hutan lebat dan di rumah adat.

Konsep dasar yang kuat dihidupi ialah bahwa Yang Transenden ini berkarakter seperti seorang bapak, yang memiliki kekuatan dalam kehidupan dan berkarakter tangguh dan keras. 

Kata Ema berarti 'bapak', dan kata Embu Nusi berarti leluhur yang juga berjenis kelamin laki-laki. Konsep ini mengafirmasi pemikiran Mircea Eliade yang menegaskan bahwa kepercayaan primitive, menjadi bagian dari sejarah kehidupan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline