Lihat ke Halaman Asli

Sang Santri

Santri suka menulis

Bahasa Itu tentang Pembiasaan, Ferguso

Diperbarui: 10 Desember 2018   06:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ada kejadian tak terduga di kelas kami kelas mausuah( perkamusan) yang diampu oleh ustadz uril bahruddin. Ditengah pelajaran tiba-tiba muncul seorang arab yang masuk ke kelas kami dan menyapa ramah dengan bahasa arab pada ustadz uril. Ustadz uril membalas dengan ramah juga, sedang kami diam tak berkata melihat mereka berdua.

Ustadz uril mempersilahkan orang arab itu mempernalkan diri. Saya agak lupa namanya namun yang pasti dia  native  dari libya. Ternyata ustadz uril tdak hanya menyuruhnya memperkenalkan diri namun juga memintanya memberikan sepatah duapatah kata kepada kami tentang kunci utama pembelajaran bahasa arab. Beliau menyanggupi dan dari sanalah kita mendapat suatu keilmuan yang luar biasa dari orang arab yang belajar bahasa arab.

Beliau menjelaskan dengan gamblang bahwasannya mampunya orang  berbahasa itu tergantung pada seberapa dia terbiasa dengan bahasa itu. Karena faktor utama dalam bahasa adalah manakala kita sudah terbiasa dengan suatu frase. 

Beliau memberi sebuah ilustrasi yang menarik.  Ketika seseorang pertama kali masuk kesuatu kamar dalam keadaan gelap dia akan kesulitan dalam mencari dimana lampu kamar itu berada. Namun semakin hari lambat laun otaknya akan mengingat dimana letak lampu itu dan hasilnya dengan mata terpejampun dia dapat menemukan lampu itu dengan cepat.

Hal ini sama dalam hal kebahasaan. Kita seringkali gampang mengatakan ahlan wasahlan dan gampang pula menjawabnya ahlan bik. Jawaban kenapa ada kemudahan itu sebab kita sudah terbiasa mengunakannya yang membuatnya terpatri dalam orak kita. Hal ini tidaklah mustahil untuk kalimat-kalimat lain. 

Semua kata sebenarnya bisa kita kuasai dengan cara yang sama. Rumus inilah alasan mengapa masyarakat suatu daerah selalu dapat berbahasa dengan bahasa setempat. Jawabannya tak lain dan tak bukan dikarenakan dia terbiasa dengan kalimat-kalimat itu sehari-harinya. Saya mudeng waktu. Kemudian mengangguk ngangguk kagum.

Sayangnya hal ini belum bisa diterapkan dalam sistem pendidikan kita. Guru banyak yang hanya menerjemahkan buku paketnya tanpa mengajari muridnya untuk terbiasa dengan kalimat-kalimat yang ada sehari-hari. 

Walhasil siswapun tak terbiasa dengan kalimat itu dan waktupun hilang. Hanya ada beberapa kata mufrodat yang mereka hafal yang tidak bisa mereka susun dan kagok untuk diucapkan karena tidak terbiasa.

Haruskah hal ini kita diamkan??yaa bagaimana lagi, begitulah budaya yang sudah diajarkan turun temurun dari guru ke guru yang kemudian ditiru terus menerus sampai sekarang. Akan sukar berfikir merubah budaya. Yang benar yang bisa dilakukan adalah mulailah dari diri sendiri. Yang perlu dicamkan dan dipegang, jangan korbankan murid menjadi bodoh karena guru yang tak menguasai materi dan tak tahu bagaimna cara mengajar. Jangan sampai orang itu anda.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline