Oleh : Sampe L. Purba
Car Free Day atau CFD di Jakarta yang diberlakukan di sepanjang jalur Thamrin (dekat KESDM) -- Sudirman (dekat Kantor MenPan-RB) setiap hari minggu pukul 06.00 -- 11.00 sungguh merupakan etalase raksasa parade keberagaman. Ribuan penduduk dari berbagai kalangan dengan beragam pola tumplek blek di jalur sepanjang 6,5 km, lebar 18,5 meter, taman 3,4 meter dan trotoar 9 meter ini.
Kita bebas menikmati udara pagi yang bebas polusi, sambil menyaksikan cengkerama pasangan yang tampaknya sedang pedekate, atau orang tua yang sedang membimbing dan dibimbing cucu cucunya sambil tak lupa berceloteh jenaka. Mulai dari atlet, anak kecil hingga difabel juga berbaur sepanjang jalan.
Mata anda akan dimanjakan rombongan gadis cantik, bercelana panties ketat sexy, ditemani anjingnya yang molek bahenol. Anda juga menemukan pejalan kaki yang bersandal jepit, berpiama, atau berseragam kelompok arisan, hingga berbusana lengkap. Kaffah. Belum lagi suara musik ondel-ondel di berbagai ruas, diselingi oleh musik rock atau band jalanan.
Di kejauhan anda dihibur pemusik dangdut sambil jualan pakaian dan jajanan ringan, pengamen kecil, hingga irama kasidahan. Warga juga disiplin. Tidak membuang sampah sembarangan. Patroli simpatik sepeda Polwan muda berselempang khusus, menambah rasa aman.
Kalau beruntung, dapat berselfie ria dengan mereka, yang tidak kalah cantik dari bidadari atau pramugari. CFD adalah karnaval mingguan yang ceria. Warna warni. Kemeriahannya tidak kalah dari Anzac parade di Sydney, Karnaval Rio de Jenairo atau festival bunga Pasadena.
Jalan Sudirman -- Thamrin adalah seruas jalan legendaris yang menyimpan heroisme romantisme sepanjang sejarah. Tidak kurang dari Kepala Negara, Gubernur Jenderal hingga Gubernur Non Jenderal mencoba menorehkan signature monumentalnya di jalan ini. Cikal bakal jalan Thamrin adalah lintasan jogging pada masa kolonial tahun 1910 an, dari pojok Koningsplein West (Medan Merdeka Barat) ke arah Kebon Sirih.
Disulap pada masa Bung Karno mulai tahun 1949 menghubungkan Jakarta Pusat dengan Kebayoran Baru. Simbol kebangkitan Asia - the new emerging forces - di tahun 1962 Asian Games. Para tamu VIP dan atlet yang mendarat di bandara Kemayoran, disambut tugu Selamat Datang di depan Hotel Indonesia, untuk seterusnya berkonvoi ke arah kompleks gelora Senayan yang khusus dibangun sebagai kawasan olahraga.
Konon, untuk tetap menjaga nilai estetika, menjelang Asian Games 2018, Pak Gubernur Baswedan sampai perlu merobohkan jembatan penyeberangan orang (JPO) yang dibangun Pak Gubernur Ahok sebelumnya, karena dianggap menghalangi pandangan tugu Selamat Datang dari arah Merdeka Barat. Karya patung instalasi berbahan bambu pun dipajang, untuk mengingatkan heroisme romantisme bambu runcing.
Tahun 1972 -- zaman Pak Harto - di ujung Selatan jalan Sudirman didirikan Patung Pemuda Membangun. Sosok yang mencerminkan nyala heroik pemuda hampir telanjang, tegar menjunjung api yang berkobar. Di ujung Utara, bundaran dekat patung Thamrin, didirikan patung Arjuna Wiwaha, dengan kereta perang berkepala garuda yang ditarik delapan ekor kuda.
Menggambarkan filsafat Asta Brata. Khas gaya pak Harto. Gubernur Sutiyoso di tahun 2003 -- seiring dengan beroperasinya bus Trans Jakarta, pada jam tertentu hanya membolehkan minimal tiga penumpang dalam satu kendaraan pribadi. Kebijakan ini bertahan lama, hingga dihapus Gubernur Ahok di tahun 2016.