Lihat ke Halaman Asli

Salma Sakhira Zahra

Lahir di Jakarta, 28 Februari 2002. Alumni TK Putra III (2007/2008), SDSN Bendungan Hilir 05 Pagi (2013/2014), dan SMPN 40 Jakarta (2016/2017). Kini bersekolah di SMAN 35 Jakarta.

Normal dan Psikopat (1)

Diperbarui: 9 Oktober 2020   18:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Faris lahir sebagai anak yang selalu diperhatikan orangtua. Ia anak pertama dari 5 bersaudara. Di antara mereka, hanya Faris yang menjadi sosok pendiam namun ceria. Pendiamnya ini membuatnya tidak diajak bersosialisasi dan keceriaannya membawanya pada imajinasi seorang Faris.

Faris sejak umur 3 tahun sudah tertarik pada bentuk buku. Hanya sayangnya pertama kali yang ia bayangkan adalah betapa beratnya buku dan kerasnya buku tersebut jika dipukulkan pada manusia. Buku yang pertama kali ia lihat adalah novel tipis yang akan dihadiahkan pada adiknya yang kedua. Padahal waktu itu Faris benar-benar dalam posisi anak tunggal.

Menjelang umur 4 tahun lalu pergi ke 5 tahun, Faris semakin dipertemukan oleh banyak novel tipis. Umur 5 tahun ini ia ditekankan untuk tahu alphabet dan harus mahir bermain plastisin. Faris diam saja, ia memang tak mau tahu apa-apa.

"Lala," , "Lala," , "Ulala," hanya itu yang bisa dilakukan untuk membuatnya ceria.

"Lala," , "Lala!!!" Faris berhasil membuat sebuah bulatan besar dan hasilnya? Seekor kucing pingsan karena lemparannya. "Ah, kamu begitu saja sudah pingsan!".

Faris semakin kenal dengan alphabet dan mau tahu apa yang ia lakukan? Ia malah mengisengi tetangga sebelahnya dengan mengirim surat cinta tertanda dari suaminya yang berprofesi sebagai nahkoda.

"Sial, mana mungkin ini suamiku!" tahukah apa reaksinya? Tertawa di kamar. Suaminya pulang, apa yang terjadi? Istrinya mendiamkan selama tiga hari. Faris mengakui kehebatannya itu. "Ah, Faris, pasti akan banyak yang gemas padamu!".

Faris tumbuh menjadi anak yang sangat tenang namun sangat dicatat strukturnya mulai dari sekolah hingga tak bekerja. Catatannya tak disangka sudah layaknya makalah. Kertas A4 diisi olehnya spidol merah. Struktur penghabisan, katanya.

Walau begitu, Faris tetap fokus pada pelajarannya. Ia masih belajar Agama hingga belajar peminatan. Masih melempar basket dengan teknik shooting ke ring, masih makan dengan nasi dan sosis buatan sang ibu. Masih bisa mengelus adiknya yang kedua dan ketiga. Satu lagi, masih tahan akan semua struktur yang ia tulis.

BERSAMBUNG




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline