Lihat ke Halaman Asli

Wahyuni Susilowati

TERVERIFIKASI

Penulis, Jurnalis Independen

Shaum Ramadhan: Membangun Harmoni Kesehatan Jiwa-Raga

Diperbarui: 26 Mei 2016   12:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mari menjalani Ramadhan dengan penuh keikhlasan (dok WS)

Penetapan hari pertama Ramadhan bisa saja sama atau berbeda tahun ini, semua pemeluk Islam juga bebas untuk memilih keputusan pemerintah atau arahan ulama panutannya yang akan dijadikan patokan untuk mengawali pelaksanaan Rukun Islam ke empat yang bersifat fardhu’ain itu. Apapun pilihannya, satu hal sudah pasti bahwa  ibadah shaum (puasa) rutin tahunan ini memiliki kandungan manfaat yang luar biasa.

Shaum , menurut konteks fiqh, berarti menahan diri sepanjang hari dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat tertentu, menahan dari segala sesuatu yang menyebabkan batalnya puasa bagi orang Islam yang berakal, sehat, dan suci dari haid/nifas bagi seorang muslimah.

Secara umum ada dua dimensi pokok manfaat shaum, yakni dimensi individual dan dimensi sosial. Manfaat individual yang dapat dirasakan langsung oleh mereka yang tengah menjalankan shaum adalah menjadi sehat, lebih cerdas menjalani pasang-surut kehidupan, dan bertambah kualitas keimanannya. Sementara manfaat sosial yang merupakan efek lanjutan dari diraihnya manfaat individual adalah tumbuhnya kesadaran untuk menjadi solusi bagi berbagai permasalahan yang melibatkan sesama makhluk di sekitarnya.

Kaitan shaum dengan kesehatan ditegaskan Nabi Saw dalam hadits berikut :

Shaum-lah, niscaya kalian akan sehat.” (HR Ibnu As-Sunni dan Abu Nu’aim dari Abu Hurairah, tergolong hadits hasan).

Selama 11 bulan, sistem pencernaan tubuh yang tergolong otonom (senantiasa bekerja meski tak ada impuls perintah dari otak) digenjot habis-habisan siang-malam bahkan saat kita tertidur. Adanya sekitar 14 jam setiap hari shaum yang vakum dari asupan makanan akan memberi waktu bagi tubuh untuk membuang sisa makanan yang telah lama mengendap, mengistirahatkan sistem pencernaan, dan membersihkan perut. Jadi hanya makanan baru yang diolah untuk memberi bahan bagi pertumbuhan sel-sel baru setiap harinya.

Pada aspek spiritual, shaum merupakan sarana pengendalian bagi emosi negatif manusia sebagaimana diungkapkan pada hadits berikut :

Shaum itu perisai, maka apabila seseorang kamu sedang shaum, janganlah membuat rafas, janganlah berlaku jahil. Dan jika ada seseorang memakinya, hendaklah ia berkata,” Sesungguhnya saya sedang berpuasa (dikatakan dua kali)…” (Fathul Bari IV : 83-84)

Menurut TM Hasbi Ash Shiddiqy (2000), perisai dalam hadits di atas memaknai shaum sebagai upaya memelihara diri dari segala kenikmatan syahwat, Adapun rafas ialah segala keinginan keji yang bermuara pada rangsangan seks, sementara jahil merupakan perilaku buruk yang diperlihatkan seseorang seperti berkata kasar atau tidak senonoh.

Kesabaran yang merupakan modal dasar pembentukan kecerdasan emosional ditempa secara terus menerus selama Ramadhan. Figur-figur muslim dengan tingkat kecerdasan emosional yang tinggi merupakan asset dalam eksistensi Islam sebagai rahmat bagi alam semesta ini.

Kesehatan jasmani dan kecerdasan emosional yang tinggi akan menuntun seseorang menjadi lebih dekat kepada Rabb hingga mampu menyelami sifat-sifat-Nya yang Maha Mulia termasuk sifat Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Pemahaman tersebut akan menuntun seorang hamba untuk mengaplikasikannya dalam interaksi sosial yang dilakoni dalam bentuk, misalnya, pemberian zakat – infaq – sedekah bagi kaum dhuafa atau donasi dalam bentuk pemikiran maupun kiprah-kiprah konstruktif lainnya bagi kemaslahatan umat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline