Lihat ke Halaman Asli

Ketidaktahuan yang Menggelapkan?!

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sering sekali demi menjaga wibawa, dalam argumentasi atau, tak jarang hanya dalam percakapan biasa, kita melacurkan integritas. Kita sering tidak membuka diri dengan ketidaktahuan kita. Kita merasa sungkan bahwa kita tidak tahu atau tidak mengerti. Tak jarang demi sebuah pengakuan, kita mengeluarkan bualan atau omong kosong yang kita sendiri pun tidak menyukainya – jauh di lubuk hati kita. Padahal ketidaktahuan adalah vitamin bagi orang yang berpengetahuan. Ketidaktahuan akan menyuburkan pengetahuan. Berbagai-bagai pengetahuan akan melahirkan kebijaksanaan. Kesadaran untuk terus menggali pengetahuan oleh karena hasrat untuk menggenapi ketidaktahuan akan melahirkan seorang intelektual.

Orang yang bijak adalah orang yang tahu dimana tahu-nya dan dimana ketidaktahuannya. Dia hanya akan menjelaskan sepanjang dimana yang dia tahu. Dia akan mengakui, bahkan menyingkapkan dimana letak ketidaktahuannya. Dia tidak merasa terintimidasi dengan apa yang dia tidak tahu. Tapi tidak berhienti di situ. Dia akan mencari pengetahuan itu demi pengetahuan itu sendiri. Mencari bukan untuk citra,seperti anak sekolah yang tidak tahu untuk apa dia sekolah – hanya sekadar mendapat nilai bagus saja. Dan bukan juga menggali pengetahuan untuk unggul dari teman. Dia sadar, belajar untuk hanya unggul dari teman hanyalah akan memupuk kesombongan. Kesombongan itu sendiri akan mencelakakan, akan menghempaskan dan membinasakan yang memeliharanya. Di sinilah dampak negative kompetisi. Pribadi yang picik, merupakankulminasi ekstrim kompetisi.

Tak jarang guru tersandung dalam ‘dosa’ mental. Dosa mental ketika si guru berlagak tahu, padahal tidak tahu. Si guru melakukan penipuan intelektual. Dosa mental ketika dia tidak mengaku ketidaktahuaannya kepada siswanya karena takut wibawanya jatuh terhempas di depan siswanya. Bukannya mengakui ketidaktahuannya, si guru yang tidak bisa menjawab pertanyaan brilian dari siswa justru melemparkan pertanyaan itu ke siswa lainnya, dan jika tidak tahu, akan membuat pertanyaan brilian siswa tadi jadi PR. Pembelajaran sejatinya bukan hanya berbagai pengetahuan, tetapi juga ketidaktahuan. Ketidaktahuan itu sendiri bagian dari pengetahuan. Sebab pengetahuan merupakan segala sesuatu yang kita tahu, baik yang kita tahu secara holistic, setengah, sedikit saja, ataupun yang kita tidak tahu sama sekali.

Seeorang yang pongah, yang tidak menghargai ketidaktahuan akan mengolok pemikiran temannya, dengan mengatakan, “Baru sekarang kau tahu, aku sudah tahu dari sejak dulu!”. Padahal di dalam kecemaran pikirannya, dia hanya ingin terlihat lebih unggul dibanding temannya.

Ketidaktahuan bersifat paradoksal dengan pengetahuan. Ketidaktahuan-yang-kita-tahu merupakan pengetahuan juga. Semisal, kita tahu ketidaktahuan kita bagaimana para penguasa yang menilap uang rakyat. Ini merupakan pengetahuan. Kita tahu bahwa kita tidak tahu mengerjakan apa Pencipta sebelum mencipta bumi. Entah menciptakan neraka. Entah menciptakan suatu kehidupan di planet lain, ataukah hanya tidur-tiduran. Kita tahu bahwa kita tidak tahu.

Ketidaktahuan memang bisa mencerahkan, tapi bisa juga menggelapkan. Ketika kita sadar akan ketidaktahuan tetapi tak ada hasrat untuk mencari pengetahuan sebagai solusi, atau tak mau tahu dengan ketidaktahuan itu, sementara ketidaktahuan itu sesuatu yang krusial, lahirlah ketidaktahuan yang menggelapkan – kebodohan. Pada akhirnya kebodohan akan ‘memiskinkan’, bahkan ‘mematikan’. Entah dimana saya baca. Katanya dia lebih takut kepada orang bodoh dari pada orang jahat. Orang jahat ada saatnya berhenti bertindak jahat. (dan memang, jarang kejahatan lahir demi kejahatan itu sendiri. Kejahatan merupakan pemenuhan suatu hasrat bagi suatu kebaikan dengan melalui jalan pintas. Entah itu karena tidak mampu, ataukah karena tidak mau berusaha). Jadi, sejahat-jahatnya orang jahat, ada kalanya berhenti berbuat jahat. Sedangkan orang bodoh tak pernah berhenti bertindak bodoh!

Ketidaktahuan janganlah kita anggap sebagai aib. Tetapi sadar akan ketidaktahuan, itulah penunjang lahirnya pencerahan. Setelah ketidaktahuan itu kita atasi, lahirlah pengetahuan yang baik. Dan kita akan menertawakan kebodohan. Orang yang senantiasa sadar akan ketidaktahuannya, dan selalu mencari pengetahuan untuk menggenapipengetahuan, itulah pembelajar. Orang yang tahu dimana tahunya dan dimana tidak tahunya, itulah seorang terpelajar. Dan terpelajar bukan hanya soal pengetahuan saja. Tetapi juga menyangkut moralitas, dan mumpuni – penguasaan terhadap suatu bidang keilmuan tanpa terjebak spesialisai.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline