Lihat ke Halaman Asli

Rosidin Karidi

TERVERIFIKASI

Orang Biasa

Setelah 56 Tahun Berlalu

Diperbarui: 12 Mei 2018   00:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: idntimes.com

Menjadi tuan rumah Asian Games XVIII tahun 2018, Indonesia sering dikaitkan dengan peristiwa 56 tahun silam. Tepatnya tahun 1962. Kala itu Indonesia dinobatkan sebagai tuan rumah perhelatan olahraga terbesar di benua Asia.

Adanya Gelora Bung Karno, Televisi Republik Indonesia, Hotel Indonesia, dan Patung Selamat Datang adalah bukti jejak sejarah. Bagaimana Presiden RI pertama, Soekarno dengan gairah membara menyiapkan Jakarta yang belum punya apa-apa. Pada akhirnya memiliki sarana komplek olahraga berkapasitas 100 ribu penonton, punya hotel mewah dan punya stasiun televisi yang menyiarkan ke penjuru dunia.

Meski bukan juara umum, setidaknya atlet nasional kala itu berhasil torehkan sejarah. Mereka berhasil kantongi 21 emas, 26 perak dan 30 perunggu. Indonesia berada di posisi 2 setelah Jepang dari 15 negara peserta. 

Persaingan semakin ketat, peringkat pun terus melorot, hingga posisi 17 tahun 2014. Bahkan pernah menduduki posisi tersuram dalam perhelatan olahraga terbesar di Asia itu tahun 2006. Di posisi buncit 22 untuk ukuran negara besar seperti Indonesia.

Mungkin mujur, tapi penulis acungkan jempol dengan pemerintahan sekarang. Indonesia kembali ditunjuk menjadi tuan rumah Asian Games, setelah Vietnam mengundurkan diri sebagai tuan rumah tanggal 17 April 2014 silam. Sejarah kan kembali terulang.

Persiapan yang dilakukan pemerintah sangat serius seperti saat jadi tuan rumah pertama kali. Sarana dan prasarana disiapkan secara matang. Gelora Bung Karno disulap, hadir lebih gres sambut sekitar 15.000 atlet dari 45 negara. Sementara di Palembang, Jaka Baring terus berbenah. Transportasi pun digenjot, hadirkan berbagai inovasi, menunjukkan reputasi kepada dunia. 

Perhelatan tahun 2018 ini digadang lebih megah, dengan lebih banyak peserta dan lebih banyak cabang olahraga. Tak kurang dari tiga triliun rupiah dana dikucurkan. Ini belum termasuk dukungan anggaran daerah. Artinya pemerintah tidak main-main sukseskan gelaran empat tahunan ini. Seluruh jajaran bergerak, ikut sosialisasikan melalui saluran yang dimiliki. 

Penulis, yang lahir di era 70an hanya bisa membaca kisah heroik dari sejumlah sumber. Kagum dan haru, merasakan kegigihan presiden pertama menjunjung nama baik dan menjaga harga diri bangsa Indonesia di mata dunia. Di tengah keterbatasan ekonomi, mampu menghadirkan "legacy terbaik" yang bisa dinikmati hingga sekarang. 

Bukan bermaksud mengecilkan gigihnya upaya maksimal pemerintahan sekarang. Tapi ingin mengajak kita bisa berkaca, betapa pemerintahan saat itu, mampu memberikan contoh terbaik untuk generasi berikutnya. Harapannya satu, kesempatan yang ada di depan mata saat ini, jadikan sebagai momentum mengangkat harkat dan martabat bangsa.

Bicara soal target masuk 10 besar, penulis menilai ini sudah luar biasa. Mengingat persaingan sangat ketat. Setiap negara akan mengutus atlet terbaik mereka disetiap cabang. Perlu juga mengukur kualitas atlet disejumlah cabang olahraga. Meskipun ada beberapa cabor yang bisa diandalkan seperti pencak silat, bulu tangkis, panahan, dan panjat tebing.

Di luar target perolehan medali, ada tugas yang tidak kalah berat. Menciptakan rasa aman kepada para delegasi tamu negara, dan sukseskan Asian Games. Keamanan berujung pada banyak hal, salah satunya menarik daya investasi dari luar negeri. Penanganan kasus teroris yang terjadi beberapa hari lalu di Mako Brimob sedikit banyak memberikan penilaian positif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline