Lihat ke Halaman Asli

Romi Febriyanto Saputro

Pustakawan Ahli Madya Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen

Gempa Literasi dari Perpustakaan Kecamatan Gemolong

Diperbarui: 20 April 2018   10:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Sragen Kabupaten Literasi dicanangkan secara resmi oleh Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati hampir setahun lalu pada 27 Mei 2016 bersamaan  dengan peringatan Hari Jadi Sragen ke 270. 

Sebelumnya, tanggal 21 April 2016 menjelang berakhir masa jabatan Bupati Sragen Agus Fatchur Rahman meresmikan layanan Perpustakaan Kecamatan Gemolong untuk melayani masyarakat Sragen di wilayah utara Bengawan Solo. Pergantian kepemimpinan di Kabupaten Sragen tidak menyebabkan gempa literasi terhenti.

Perpustakaan Kecamatan Gemolong adalah bukti bahwa potret budaya baca kita ternyata tak terlalu menyeramkan sebagaimana dikhawatirkan oleh banyak pihak. Gedung perpustakaan lantai dua yang nyaman dan pelayanan optimal merupakan kunci untuk mengundang kehadiran masyarakat. 

Gemolong yang merupakan "kota pelajar" mampu membuktikan diri bahwa ternyata para pelajar masih mau membaca di perpustakaan. Masyarakat akan suka membaca jika diberi fasilitas yang memadai sesuai dengan selera mereka.

Mengharapkan masyarakat suka membaca itu perlu usaha yang nyata dari pemerintah. Rencana pembangunan perpustakaan kecamatan secara bertahap oleh Pemerintah Kabupaten Sragen merupakan langkah yang terasa lebih nyata daripada pemerintah pusat. Pemerintah (pusat)  berkali-kali mengeluhkan betapa terpuruk budaya baca kita tanpa satu strategi literasi yang nyata nan terpadu.

            

Dokumentasi Pribadi

Melalui Kementerian Pendidikan Nasional sudah tak terhitung gedung perpustakaan sekolah yang dibangun. Ribuan  buku sudah dikirim ke perpustakaan sekolah tetapi ada satu hal yang terlupakan siapakah yang akan mengelola perpustakaan sekolah itu? 

Para guru yang tidak memperoleh jam mengajar 24 jam atau para pustakawan honorer atau guru yang dianggap sudah tidak produktif mengajar lagi ?

Tak seperti pegadaian yang memiliki slogan menyelesaikan masalah dengan masalah, strategi literasi yang tidak jelas hanya akan melahirkan "jeglongan sewu" dalam membangun literasi di tanah air. Seperti perpustakaan sekolah yang jarang beli buku non pelajaran, perpustakaan sekolah buka-tutup tak menentu karena pengelolanya tidak jelas, pustakawan sekolah negeri tanpa status yang jelas dan guru yang mencari angka kredit di perpustakaan sekolah tanpa mau bekerja dengan serius.

Berbasis teritorial

Strategi membangun literasi harus berbasis teritorial mulai dari desa sampai pusat. Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan  mengamanahkan bahwa perpustakaan umum diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, dan desa, serta dapat diselenggarakan oleh masyarakat. Setiap perpustakaan dikelola sesuai dengan standar nasional perpustakaan. Inilah landasan legal-formal untuk membangun literasi berbasis teritorial.

Strategi membangun perpustakaan kecamatan dimulai dari wilayah eks kawedanan adalah metode yang cukup tepat untuk menciptakan basis literasi di setiap tingkat wilayah di negeri tercinta. Perpustakaan kecamatan adalah penghubung antara perpustakaan yang ada di wilayah kecamatan termasuk perpustakaan sekolah dengan perpustakaan umum kabupaten/kota. Perpustakaan kecamatan ibarat mutiara yang lama menghilang dan kini sudah saatnya untuk dikelola dengan serius.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline