Lihat ke Halaman Asli

ANDI MUH. RISKI AD

FOUNDER PALPASI

Surprise Peribahasa: Momen Indah untuk SN

Diperbarui: 18 Juli 2017   05:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambar diambil dari kompasiana, berita ketika SN meninggalkan gedung KPK setelah di periksa (kompas.com)

Ramai negeri ini dengan segala problematika pemberitaan oleh media elektronik maupun cetak, tentunya yang paling marak dibicarakan adalah DPR VS KPK atas pembentukan panitia khusus untuk meng-angket KPK. Namun ada cerita lebih hangat yang seakan-akan menunggu momentum dengan mempertimbangkan waktu dengan variable yang unik. mungkin menjadi trend masa kini pasca hal itu dipertunjukan oleh gerakan massa 212 dan 112.

"Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga". Peribahasa yang tak asing didengar sejak duduk dibangku Sekolah Dasar (SD) sampai dengan jenjang pendidikan selanjutnya, bahkan tak asing di telinga masyarakat.

Tanggal 17 Juli 2017 (17-7-17) nampaknya menjadi momentum yang mungkin tidak akan dilupakan oleh SN ketua DPR RI yang juga adalah ketua umum partai golkar itu. kenapa tidak pasca memposting tweet terkahirnya yang memberikan komentar terhadap langkah pemerintah yang menutup aplikasi telegram di Indonesia (baca: Gatra News.com) selang beberapa jam melalui konferensi PERS ketua KPK Agus Rahardjo mengumumkan dirinya sebagai tersangka KPK. Langkah cepat senyap dan tidak tau tepat atau tidak diperlihatkan oleh para kader partai berlambang pohon beringin tersebut dengan kadatangan para petinggi partai tersebut di rumah ketua umum yang namanya diduga aktor yang memiliki peran penting dalam kasus E-KTP.

Mengapa peribahasa tersebut nampaknya tepat untuk ketua DPR RI tersebut ?

Bukan kali ini saja namanya disebut dalam kasus korupsi, sebelumnya pada tahun 2012 namanya pernah disebut oleh Gubernur Riau Rusli Zainal dalam proyek pembangunan sarana prasarana PON Riau 2012. Pada tahun 2013 SN kembali dipanggil oleh KPK dengan kasus yang sama hanya saja kapasitasnya sebagai saksi dengan penuturan dirinya tak tau mengenai proyek tersebut. 

Ditahun yang sama pula dirinya disebut-sebut oleh mantan bendahara Umum Nazaruddin, terlibat dalam pengadaaan kasus E-KTP bersama dengan mantan ketua Umum partai Demokrat Anas Urbaningrum. Dan terkahir kasus yang kembali membuat namanya naik kepermukaan adalah kasus "papa minta saham" dengan mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres JK. Pada akhirnya pada 7-17-2017 namanya sebagai tersangka yang tentunya berimplikasi terhadap jabatannya sebagai ketua DPR-RI dan juga ketua Umum partai Golkar.

Implikasi Tersangkanya SN

Sense public akan bertambah buruk terhadap citra lembaga tinggi DPR RI yang katanya bertindak atas dan untuk rakyat setelah KPK menetapkan SN sebagai tersangka. Bagaimana tidak SN yang dulunya pernah mengundurkan diri sebagai ketua DPR karena kasus "papa minta saham" pada akhirya juga kali ini KPK tidak memanggilnya sebagai saksi melainkan orang yang menerima aliran dana kasus E-KTP. Walaupun dalam UU MD3 tidak menjelaskan berkaitan dengan dampak akibat statusnya sebagai tersangka namun secara kode etik SN yang menjabat sebagai ketua DPR RI harus turun dari jabatannya.  

Citra dan lembaga tinggi Negara marwahnya telah ternodai dengan dipimpin oleh seorang tersangka. MKD  harus mengambil langkah cepat atas kasus ini, hanya ada dua pilihan untuk SN. Apakah akan diturukan secara tidak terhormat atau mengundurkan diri ? konsekuensi logis yang tidak terlalu normative dengan melihat aspek etis yang ada.

Belum lagi posisinya sebagai ketua umum partai Golkarpun pasti akan terancam. Meskipun diawal kasus ini para kader tetap percaya dengan SN sebagai ketua umum. Pada nantinya saya memprediksi aka nada kader partai yang masih berpikir idealis dengan argumentasi "masa partai golkar dipimpin oleh seseorang yang sedang bersatus tersangka?!". Kita tunggu saja perkembangannya berkaitan dengan posisi SN di partai Golkar. Namun ketika nantinya SN di vonis bersalah oleh pengadilan maka runtuhlah apa yang sedang dia bangun atas dasar nafsu, seperti adagium hukum "Radix malarumex Cupiditas", diatas kejahatan adalah Nafsu.

Permainannya yang cantik dan licin nampaknya akan segera berhenti dengan melihat grafik penindakan KPK pada tahun 2016 lalu dengan 99 kegiatan penyidikan dan melakukan 81 eksekusi terhadap putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht). Namun siapa yang tahu segala konspirasi permainan yang dilakukan para anggota dewan terhormat yang adala di senayan sana yang pada awalnya suskes memainkan dramaturgi. Konsep politik pragmatis dengan frame individualis telah membawa para anggota dewan yang terhormat kita lupa akan dua konsep keadaban manusia. Melakukan apa yang dikatakan (amanah) dan mengatakan apa yang dilakukan (jujur).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline