Lihat ke Halaman Asli

Kunang-Kunang

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ya, Hanya datang di satu waktu saja. Tak pernah mencapai kata selamanya. Satu musim saja dia memamerkan wajah yang tak bisa dipisahkan dari cahayanya. Tak lebih dari waktu-waktu sendiriku Ketika mataku sedang tak mampu menikmati apa yang ku sebut dengan Lentera Hidup.

Mulailah Ia keluar mengepakkan lenturan sayap-sayapnya dari persembunyiannya yang tak pernah bisa ku jangkau. Pandanganku mulai terperanjat merasakan kenikmatan tentang kilauan cahayanya yang dulu sempat hilang beberapa waktu. Kakiku berhenti tanpa ragu, memperhatikan dan menikmati setiap jengkal gerak-geriknya. Hanya itu yang bisa ku lakukan semenjak kuputuskan diriku untuk tak mau menyentuhnya,  untuk menjaganya agar tetap utuh hingga aku tahu bagaimana cara menyentuhnya.

Seolah ia yang terindah didepan mata ini, tak ada yang lain. Aku tergoda untuk mengatakan padanya,"Kunang-kunangku, sudah lama rindu ini terpasung dalam jeruji yang tak bisa kutembus. Saat ini  kau memang ada disini dihadapan hati yang sedang bergembira karenamu. Tapi esok? Lusa? Bulan Depan? Tahun Depan? apa kau masih disini?" Dalam Hati ku teruskan tanyaku,"Kapan lagi kunang-kunangku? Kalaulah kau pergi, Kapan lagi aku bisa melihatmu? Seperti Hari ini saat aku mengeja puas indahnya dirimu."

Jakarta, 23/06/2012 pk. 20:34




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline