Lihat ke Halaman Asli

Risman Senjaya

Writer Wannabe

Meminang Bidadari yang Terluka

Diperbarui: 28 November 2020   11:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi


Kopiku hari ini adalah segelas cappucino hangat. Tidak, ini gelas ketiga sebenarnya.  Katanya cappucino itu kopi paling genit. Seorang pencinta cappucino, akan melihat sejak dari bagaimana penampilan cappucino itu saat disajikan. Jika berantakan, bisa saja ia tak mau meminumnya. Begitulah aku padamu. Sebagai seorang fotografer model, aku terbiasa memandang keindahan ragawi para model. Wajah cantik, tubuh tinggi semampai, rambut indah terurai, lekuk tubuh aduhai, bibir sensual, hidung mancung, you name it. Bahkan aku pernah menerima tawaran nude photography  dari sebuah manajemen artis. Aku tolak dengan alasan yang sangat personal. Bagiku wanita itu sendiri sudah indah, dan nude photography justru merusak keindahan itu. Kau boleh saja tak setuju dengan pendapatku. Berarti kita sepakat untuk tidak sepakat. No argue!

Kuingat kau adalah model pertamaku yang mengenakan hijab. Benar-benar menggunakan hijab dalam keseharian maksudku. Karena banyak juga model yang mengenakan hijab sekadar karena tuntutan profesi. Zhafira Andromeda Salsabila namamu. Wajahmu mengingatkanku pada sosok atis sinetron Nabila Syakieb. Menjadi model karena meraih runner up dalam sebuah event model hunting sebuah produk kosmetik yang para Brand Ambassador-nya biasa berhijab. Menjadi model adalah sambilan bagimu, karena profesimu adalah seorang guru sekolah anak-anak berkebutuhan khusus. Cantik, periang, dan menyukai anak-anak. What a prefect combination for me.

Saat sesi pemotretan kau tak canggung bergaya didepan Canon EOS 5D-ku. Kau seolah sudah terbiasa dengan kilatan blits dan sorotan lighting. Sesuatu yang membuatku heran sebanarnya. Belakangan kutahu kau adalah foto model semasa SMA, saat belum mengenakan hijab. Wajahmu ternyata sudah menghiasi beberapa iklan produk-produk ternama. Pantas saja kau dengan luwes berpose menghamburkan pesonamu. Lalu dengan senang hati kupungut satu persatu.

Mengajakmu kencan pertama sungguh tidaklah mudah. Aku ingat kencan pertama dimana kau mengajak serta dua teman dekatmu. Alih-alih romantis malah jadi diskusi seru dengan kedua temanmu yang bawel dan ceriwis. Kau lebih banyak diam waktu itu. Mungkin kau mengaudisi diriku. Dan sepertinya aku lolos audisi dengan Golden Ticket dari kedua teman dekatnya itu. Pelajaran dariku untuk para jomblo diluar sana: bila ingin mendekati seorang wanita, dekati juga teman dekatnya. Percayalah, apa pendapat teman-temannya sangat berpengaruh.

Setelah itu kita sering bertemu untuk sekedar saling mengenal lebih dalam. Saat kuungkap hasrat dalam diriku, saat itu pula kau ceritakan sisi gelapmu. Hal itu seperti espresso yang jadi bagian dari cappucino-ku ini. Kau tampakkan sisi ceriamu, persis seperti dairy milk dalam cappucino-ku. Dan bersama kita berbagi rasa, persis seperti buih dalam cappucino-ku. Aku tegas inginkan kamu untuk jadi pendampingku.     

Tanpa sepengetahuanmu, aku menghadap Ayahmu. Ah, ternyata dunia begitu sempit. Ternyata ayahmu teman kuliah satu angkatan dengan ayahku. Walau jarang bertemu, mereka sering bertukar kabar lewat media sosial. Beliau menyambut baik niat dan keberanianku untuk meminangmu. Beliau juga menceritakan tentang pelecehan seksual yang dialami putri sulungnya itu. Aku katakan padanya, bahwa kau telah menceritakan hal itu padaku. Dan aku bisa menerimanya. Beliau lalu berkata, jika demikian jawaban pinangan ini kembali padamu.

Tiga hari yang lalu aku melamarmu dan itu hanya enam bulan dari pertemuan pertama. Kau tak langsung menjawab saat itu. Aku mengerti   bahwa kau butuh waktu untuk memutuskannya. Pagi ini, ditempat ini kau berjanji akan memberikan jawabannya. Jawaban "Ya, aku bersedia" akan membuatku menjadi manusia paling bahagia didunia, atau mungkin jawaban lain yang membuat hati ini diremas-remas. Apa pun jawabannya, aku sudah siap. Sepertinya sih....

Ah, orang yang jadi lamunanku akhirnya datang. Dengan blus warna putih, hijab, rok dan blazer bernuansa biru langit, ia tampak cantik sekali. Sebelum duduk, kau tersenyum manis memperlihatkan deretan gigimu yang berbaris rapi. Dengan make up tipis, kurasa hanya bedak dan lip matte warna natural, she looks gorgeous

"Maaf yah Kak Rifan, Fira datang telat. Ada keperluan mendadak dan handphone Fira habis baterai, jadi ngga bisa kasih kabar. Ka Rifan sudah dari lama menunggu?" ucap Fira.

"Ucap salam dulu kalau baru datang!" kataku pura-pura ketus.

"Eh iya, lupa Kak. Assalamu'alaikum. Aduh Kak Rifan udah dari tadi yah. Itu sudah habis 3 gelas kopi. Nanti malam ngga bisa tidur lho." Fira berkata sambil memperhatikan gelas kopiku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline