Lihat ke Halaman Asli

Rinsan Tobing

TERVERIFIKASI

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Beratnya Menjadi Orang Tua Masa Kini

Diperbarui: 21 Maret 2017   04:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: female.kompas.com

Berita menggelisahkan muncul beberapa hari terakhir. Berita yang memuat berbagai kejadian yang menimpa anak-anak dan remaja. Di beritakan, pasca pemberangusan sebuah page di facebook yang merupakan kelompok para pedofil, ada lagi pass out challenge atau skip challenge atau choking challenge.

Masih ada lagi berita yang membuat orang tua pusing tujuh keliling dimana terjadi pemerkosaan terhadap anak-anak dan remaja. Di tambah jajanan yang disisipin zat-zat psikotropika. Belum lagi bullying yang masih mengintai anak-anak tanpa mengenal tempat.

Memiliki anak dewasa ini sungguh-sungguh ‘menjadi berat’. Menjadi orang tua saja sudah berat, apalagi ditambah dengan persoalan seperti yang dijabarkan di atas.

Kisah-kisah yang muncul di berita itu terkait para pelaku memanfaatkan keluguan anak-anak. Keluguan anak-anak, ketika bertemu dengan perilaku menyimpang, mengakibatkan bencana. Pertama bagi anak itu sendiri, selanjutnya ke keluarga. Puncaknya, masyarakat akan mengalami distorsi akan rasa aman dan nyaman dalam kohesi sosialnya. Sikap curiga akan meningkat dan bisa terjerumus pada konfrontasi. Ancaman lanjutannya, kondisi ini bisa dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk kepentingan sesaat dan berbagai kemungkinan lainnya.

Jika pertanyaan diajukan kepada para ahli terkait sebab musabab kejadian ini, akan selalu muncul satu jawaban yang relatif sama, yakni kurangnya pengawasan orang tua. Jika dielaborasi lebih jauh, disini terjadi kurangnya peran keluarga untuk memberikan modal bagi anak untuk dapat menghadapi dunia nyata dan dunia maya. Orangtualah yang menjadi pemegang peran kunci untuk menghindarkan anak dari kejadian seperti diceritakan di awal.

Disangkakan, bahwa kurangnya pendidikan dalam rumah tangga oleh orang tua kepada anak menjadi kambing hitam. Banyak orang tua yang mengutamakan sekolah sebagai tempat utama anak mendapatkan pendidikan menyeluruh. Padahal sebenarnya tidak.

Sebabnya, sering sekali alasan orang tua memiliki waktu yang sangat terbatas, terutama karena pemenuhan kebutuhan hidup. Pada kondisi lain, orang tua mengalami gagap teknologi yang berujung pada pembiaran intrusi berbagai nilai, yang belum tentu benar dan dipahami anak-anak, melalui media sosial ke dalam kehidupan anak, tanpa ada saringan dari orang tua.

Kondisi dan tuntutan kehidupan saat ini memperparah situasi kurangnya pengawasan orang tua. Tantangan yang dihadapi tentunya bagaimana upaya memperluas ruang bagi interaksi benar antara orang tua dan anak.

Keluarga dengan Dua Pendapatan

Berkurangnya interaksi ini diakibatkan kesibukan orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidup. Meningkatnya harga kebutuhan memaksa orang tua untuk bekerja keras. Sumber satu penghasilan seperti yang lazim pada jaman dahulu tidak bisa dipertahankan. Kebanyakan pasangan saat ini bekerja. Anak diberikan kepada asisten rumah tangga untuk mengaturnya. Akibatnya interaksi anak dan orang tua sangat minim.

Kondisi ini mengakibatkan timpangnya relasi orang tua dan anak yang berujung pada rendahnya pengawasan orang tua terhadap anak dan segala aktivitasnya. Orang tua hanya memiliki waktu di akhir pekan. Sebagian besar waktu anak dihabiskan dengan asisten rumah tangga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline