Lihat ke Halaman Asli

Rini Wulandari

TERVERIFIKASI

belajar, mengajar, menulis

PDKT Menantu-Mertua Intinya Komunikasi!

Diperbarui: 12 Mei 2024   08:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mesranya hubungan mertua-menantu yang kompak. Sumber gambar: shutterstock via tribunnews.com

"Saya mau belajar masak soto seenak ini", tiba-tiba mertua saya berkomentar seusai kami makan malam bersama . Gara-garanya ibuku "pamer" kalau saya yang menyiapkan hidangan soto spesialnya. Karuan saja saya panik dan kikuk, karena sebenarnya saya juga cuma chef pembelajar dari ibu saya.

Meski bisa masak, tapi kalau urusannya menyangkut mertua ternyata tak biasa juga. Ternyata begitulah ya, relasi menantu-mertua meskipun akrab, tetap saja ada rasa sungkannya. Serba salah, takut salah, takut di komen jelek.

Apalagi mertua saya yang awalnya tak suka masak, sejak kenal ibu-ibu di komplek dan di ajak jadi tim masak untuk acara nikahan, akhirnya jadi hobi masak. 

Kebetulan di tempat saya kalau ada nikahan, para ibu lebih senang masak bareng daripada cateringan. Tradisi di kampung yang sebenarnya sangat arif karena membangun persaudaraan dan keakraban antar warga. Sayangnya sekarang sudah kurang.

Bagi saya kuliner dan dapur ternyata menjadi "icebreaker"kebuntuan saya untuk bisa mengambil hati mertua. Meskipun sudah mengenalnya lama, ternyata kikuk juga saat harus berinteraksi berdua.

Sebenarnya wajar jika hubungan mertua-menantu kikuk dan tak biasa, apalagi saat masih awal mula sekali. Meskipun ada sebagian yang sudah mengenal baik sebelum "jadian" tapi tetap saja ada tembok pembatas. Ternyata berkomunikasi tidak mudah dan "butuh alat bantu". Termasuk dari masakan, meskipun itu hanya salah satunya.

Buktinya, meskipun suka masak, tetap saja saya merasa kurang percaya diri dihadapan mertua yang baik hati sekalipun. Kuatir masakannya tidak sempurna, apalagi kebiasaan saya saat masak selalu memakai takaran rasa. 

Sejumput garam, air secukupnya, santan secukupnya mengikuti rasa dan hati karena sudah terbiasa. Kalau pakai takaran pun saya harus lihat merek bumbunya--beda bumbu kadang-kadang beda rasa--sehingga harus dicicip dulu.

Menurut saya, dapur bisa menjadi "ice breaker", media yang bisa membantu berkomunikasi untuk memecah kebuntuan kikuknya hubungan mertua-menantu, apalagi yang baru berinteraksi intens sejak resmi menjadi menantu. 

Meskipun mungkin mertua tidak suka masak, paling tidak ia mungkin suka makan. Jadi jika kita punya kebisaan masak, apalagi hobi akan sangat membantu nantinya.

Apalagi sekarang, dengan banyaknya pilihan resep di banyak kanal internet bisa menjadi alasan untuk bisa berinteraksi. Jika dulu mungkin hanya bagian dari "modus", kini menjadi bagian dari memperkuat ikatan kekeluargaan dan keakraban.

Tapi bagi sahabat lain yang punya hobi berbeda, seperti penyuka buku, mungkin akan jauh lebih mudah bisa berinteraksi. Bisa diskusi soal buku, atau sekedar memberitahu ada buku keren keluaran terbaru. Atau sesekali ikutan jalan-jalan ke toko buku, dan mencari tahu apa kesukaannya. Jadi deh, acara "quality time" bareng mertua. Intinya, banyak jalan menuju roma.

Komunikasi untuk membangun kekompakan mertua-menantu agar harmonis

Membangun relasi mertua-menantu sejatinya gampang-gampang susah, karena tergantung bagaimana kita berkomunikasi, meskipun mungkin sulit memulainya--serba canggung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline