Lihat ke Halaman Asli

Dino Rimantho

Pemerhati lingkungan

HPSN2024: Masih Adakah Kepedulian Kita pada Pengelolaan Sampah?

Diperbarui: 21 Februari 2024   06:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pengelolaan limbah padat perkotaan telah menjadi masalah lingkungan global yang signifikan. Dampak dari pengelolaan sampah yang tidak tepat sangat banyak, mencakup risiko lingkungan seperti polusi udara dan kenajisan air, dampak buruk terhadap kesehatan masyarakat, dan pelepasan gas rumah kaca (GRK). Dunia menghasilkan sekitar 2 miliar ton sampah kota setiap tahunnya, dan sekitar 33% di antaranya tidak dikelola secara memadai dengan metode yang ramah lingkungan.

Pertambahan populasi yang pesat, meningkatnya permintaan akan produk dan sumber daya, serta perbaikan kondisi kehidupan telah menghasilkan sampah padat dalam jumlah besar. Aktivitas industri, perumahan, kelembagaan, dan komersial yang agresif, urbanisasi yang pesat, pola konsumsi yang tinggi, dan standar hidup yang tinggi mengakibatkan timbulnya sampah perkotaan yang menimbulkan bahaya besar terhadap ekologi di sekitarnya. Pengelolaan sampah yang berkelanjutan adalah isu kompleks yang mencakup aspek keberlanjutan sosial, lingkungan, dan ekonomi. Untuk mengatasi kompleksitas permasalahan pengelolaan sampah, diperlukan pendekatan komprehensif untuk memutus paradigma ekonomi linier yang ada saat ini dan melakukan transisi menuju ekonomi loop tertutup. Transisi ini akan meningkatkan kemajuan menuju pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

Pengelolaan sampah mencakup berbagai layanan yang berkaitan dengan penanganan sampah, seperti pengumpulan, pengangkutan, pemulihan, daur ulang, dan pembuangan berbagai komponen sampah. Sistem pengelolaan yang efektif diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan siklus pengelolaan sampah yang muncul. Kurangnya informasi, prosedur, dan protokol pengelolaan limbah dapat mengganggu sistem pengelolaan sampah. Tanpa instruksi mengenai penanganan dan pembuangan, sistem dan dinas terkait tidak akan mampu mengelola volume sampah dan puing yang meningkat secara signifikan.

Menurut proyeksi, produksi sampah di seluruh dunia diperkirakan akan mencapai sekitar 2,59 miliar ton pada tahun 2030 dan 3,4BT pada tahun 2050. Selain itu, diperkirakan pada tahun 2050, emisi setara CO2 tahunan akan menjadi 2,38 miliar ton. Wilayah kota besar bertanggung jawab atas sekitar 75% sumber daya dan penggunaan energi dunia, sehingga menghasilkan 80% emisi karbon dioksida (CO2) di seluruh dunia. Saat ini, jumlah penduduk perkotaan di Indonesia melebihi 55%. Pada tahun 2030, tingkat urbanisasi di Indonesia diperkirakan akan melampaui 73%. Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengelola limbah padat perkotaan. Indonesia, dengan jumlah penduduk 270.200.000 jiwa, menurut data BPS tahun 2020, menghasilkan sampah kota (MSW) sebanyak 194.002 ton setiap hari di lahan seluas 1.910.931 kilometer persegi. Pusat perkotaan adalah kontributor utama terhadap tingkat produksi sampah ini.

Selain itu, wilayah perkotaan terkenal dengan kemakmuran dan kemajuannya, namun memiliki penggunaan sumber daya yang tinggi, yang mengakibatkan pencemaran, ekspansi yang tidak berkelanjutan, dan kesenjangan sosial ekonomi. Daerah perkotaan menyumbang 75% penggunaan sumber daya dan energi dunia, serta menyumbang 80% emisi CO2 global. Permasalahan ini akan semakin parah di masa depan, mengingat sekitar 50% penduduk saat ini tinggal di wilayah perkotaan, dan proyeksi menunjukkan bahwa angka ini akan meningkat menjadi 80% pada tahun 2050.

Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mengurangi laju timbulan sampah. Salah satunya adalah menerapkan konsep ekonomi sirkular. Penerapan ekonomi sirkular di Indonesia berpotensi meningkatkan PDB, mempercepat kemajuan ekonomi, dan menjaga lingkungan. Namun, berbagai permasalahan dan hambatan menghambat keberhasilan implementasinya. Tantangan dan hambatannya meliputi literasi informasi, mengubah perilaku konsumen dan produsen agar selaras dengan prinsip 5R, dinamika pasar produk, persyaratan investasi modal, penemuan teknologi yang ramah lingkungan, dimensi sumber sosial, dimensi ketahanan organisasi yang tidak memadai, dan kerangka peraturan yang kuat.

Penerapan ekonomi sirkular di Indonesia didorong oleh inisiatif pemerintah, khususnya melalui Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 yang mengatur tentang pengelolaan sampah domestik dan sampah tak terpakai yang sebanding dengan sampah domisili (Perpres Jaktranas). Perpres Jaktranas mencakup dua mekanisme penting: pedoman prosedur mitigasi dan pengelolaan sampah domestik dan sampah rumah tangga sejenis. Selain itu, kerangka komprehensif yang memuat rencana, inisiatif, dan tujuan untuk mengurangi dan mengelola sampah domestik dan sampah rumah tangga sejenis. Tujuan kebijakan yang dituangkan dalam Perpres Jaktranas adalah mencapai pengurangan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sebesar 30 persen, yaitu sebesar 20,9 juta ton. Kebijakan tersebut bertujuan untuk menangani 70 persen sampah rumah tangga, sejenis sampah rumah tangga, yang berjumlah 49,9 juta ton pada tahun 2025. Kebijakan tersebut dibandingkan dengan proyeksi jumlah TPA sebesar 70,8 juta ton. Berbagai kebijakan, inisiatif, dan program mencakup beberapa pemangku kepentingan, terutama kementerian dan lembaga baik di tingkat pusat maupun daerah (provinsi, kota/kabupaten), yang bekerja sama secara terkoordinasi dan saling menguntungkan.

Akan tetapi sepertinya konsep ini juga masih berjalan ditempat dan belum menunjukkan hasil yang signifikan. Terdapat beberapa faktor penghambat dalam pelaksanaannya seperti: biaya untuk membangun sistem pengumpulan, penyimpanan, pengolahan, dan pembuangan sampah yang efektif dan biaya yang harus dikeluarkan. inisiatif pemerintah untuk memutuskan pelaksanaan, biaya pengumpulan limbah dan praktik pembuangan limbah, kerangka peraturan keuangan pemerintah, masih kurangnya tenaga profesional yang terampil dalam mengelola sampah dan masih rendahnya tingkat kepedulian dan partisipasi dalam kegiatan pengelolaan sampah. Hambatan-hambatan ini mengakibatkan masih rendahnya Indeks Kinerja Pengelolaan Sampah (IKPS). Berdasarkan laporan status lingkungan hidup Indonesia pada tahun 2022 menunjukkan bahwa nilai IKPS di Indonesia masih tergolong rendah, dimana untuk kota kecil sekitar 34%, kota sedang 48%, kota besar 57% dan metropolitan 59%.

Salah satu aspek penentu keberhasilan dalam pengelolaan sampah adalah kepedulian dan peran serta masyarakat. Banyak studi yang menjelaskan terkait dengan aspek kepedulian dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah. Banyak peneliti yang berpendapat bahwa permasalahan sampah disebabkan oleh perilaku manusia sehingga solusinya terletak pada perubahan perilaku tersebut. Kesadaran dan sikap masyarakat terhadap sampah dapat mempengaruhi keseluruhan pengelolaan sampah. Bagaimana definisi sampah di suatu wilayah? Mengapa membuang sampah sembarangan menjadi perilaku yang lazim di komunitas ini? Apa peran norma dan sikap sosial dalam membentuk perilaku ini? Dan tindakan apa yang harus diambil untuk memastikan bahwa perilaku ini berubah? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab untuk mencapai solusi realistis terhadap masalah pengelolaan limbah padat.

Sebuah penelitian menemukan bahwa meskipun masyarakat sudah sadar akan daur ulang dan teknik pengelolaan sampah berkelanjutan lainnya, hal ini tidak serta merta berarti partisipasi dalam kegiatan pro-lingkungan seperti inisiatif daur ulang. Masyarakat tampaknya belum melakukan reformasi pengelolaan sampah di tengah keterbatasan pengetahuan mereka mengenai kegiatan tersebut. Rendahnya kepedulian terhadap lingkungan menciptakan budaya tidak adanya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Sikap tersebut memperkuat kurangnya tanggung jawab terhadap masalah polusi dan limbah. Pada akhirnya, hal ini menghasilkan masyarakat yang memiliki sedikit pengetahuan atau kepedulian terhadap dampak kegiatan mereka terhadap lingkungan. Yang mungkin terjadi adalah perbedaan antara informasi dan pengetahuan. Diberikan informasi tanpa sepengetahuan sebelumnya mungkin tidak efektif dalam menciptakan perubahan. Namun, jika pengetahuan sebelumnya tentang pengelolaan sampah dipenuhi dengan informasi baru, masyarakat mungkin akan lebih bersedia menerimanya dan menerapkan perubahan tersebut.

Kebutuhan untuk meningkatkan kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah telah menjadi perhatian secara luas oleh para peneliti sebagai hal yang diperlukan untuk menciptakan sistem sampah yang berkelanjutan dan untuk mempromosikan kesadaran lingkungan di antara anggota masyarakat. Biasanya, masyarakat lebih cenderung berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan sampah, misalnya daur ulang, ketika mereka mengamati orang lain di sekitar mereka melakukan daur ulang. Di Indonesia, program daur ulang belum menjadi suatu program yang harus dilakukan, sehingga masyarakat masih banyak bergantung pada pendaur ulang informal sebagai norma perilaku mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline