Lihat ke Halaman Asli

Riko Noviantoro Widiarso

Peneliti Kebijakan Publik

Berlebaran Serempak, Berlebaran Politik

Diperbarui: 5 Juni 2019   02:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rakyat sudah saling memaafkan di hari raya Idul Fitri. Semoga elit poltiik juga lakukan hal serupa. (foto: Tribunnews.com)

Pemerintah melalui Kementerian Agama telah menetapkan 5 Juni tahun ini bertepatan dengan 1 Syawal 1440 H. Ketetapan yang diambil melalui sidang istbat itu pun membuat umat muslim di bumi nusantara bergembira. Karena lagi-lagi Hari Raya Idul Fitri dapat berlangsung serempak. Tidak ada perbedaan ketetapan antar organisasi-organisasi Islam besar di Indoensia.

Kendati terjadi perbedaan pendapat dalam konsep Islam, bukan pula hal tabu. Beberapa tahun lalu lebaran kerap berbeda hari. Bagi umat Islam perbedaan pendapat atas sebuah keputusan dinilai sebagai ijtihat. Sehingga jika pun terjadi perbedaan awal 1 Syawal tidak banyak berpengaruh bagi kalangan umat Islam.

Tentu saja hari raya Idul Fitri 1440 H yang berlangsung serempak ini memberi suasana berlebaran yang lebih meriah. Umat muslim di ujung barat Indonesia, sampai ujung timur Indonesia merayakannya dalam hari yang sama. Sungguh ini keberkahan bagi muslim di Indonesia.

Dibalik itu berlebaran yang serempak, sejatinya ada pesan mendalam dari lebaran tahun ini. Setidaknya memberi signal untuk semua berjabat tangan, saling menghormati dan merasa sebagai satu keluarga besar, Indoensia.

Pesta demokrasi beberapa pekan lalu, telah menempatkan bangsa ini dalam dua kubu yang berseberangan. Saling serang dan saling menggugat. Nyaris tidak ada jalan keluar. Terperangkap dalam emosi dan nalar sesaat.

Kini lebaran telah tiba. Dirayakan serempak tanpa perbedaan waktu. Muslim di wilayah barat Indoensia dan di wilayah Timur Indonesia merayakannya bersama. Saling berkirim kabar dan mengucapkan MInal Aidin Wal Faizin. Mohon maaf lahir dan batin.

Sahabat muslim dari kubu 01 berkirim pesan Idul Fitri kepada sahabat muslim dari kubu 02. Begitu pula sebaliknya. Saudara non muslim dari kubu 01 juga melakukan hal sama. Tidak terkecuali bagi sudara non muslim dari kubu 02. Semua melebur dalam rasa saling menghormati, saling memaafkan. Tanpa ada rasa saling tinggi, dan pemilik kebenaran.

Tentu jika saja rakyat sudah mampu berjabat tangan, saling rangkul dan tertawa bersama. Lantas masih pantaskah elit politik itu berseberangan? Tidakah mereka bisa belajar pula dari rakyatnya. Semoga ini dapat menjadi makna dari berlebaran serempak, berlebaran politik.

Peneliti Kebijakan Publik, Institute for Development of Policy and Local Partnership




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline