Lihat ke Halaman Asli

Perubahan Iklim dan Eksistensi Manusia

Diperbarui: 21 November 2021   12:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Perubahan Iklim dan Eksistensi Manusia. Sumber: envato elements

Bencana iklim akan terjadi bila kenaikan suhu bumi pada akhir abad ini diatas 2 C. Menurut para ilmuwan yang tergabung dalam Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), harus ada tindakan konkret dan ambisius demi target yang "mustahil"; mempertahankan kenaikan suhu global 1,5 C. Tujuannya agar bencana iklim bisa dihindari.

Pertemuan demi pertemuan antar pemimpin dunia dilakukan secara periodik untuk mencari solusi bersama mengatasi perubahan iklim yang semakin akut. Seperti pertemuan yang sudah- sudah, kesepakatan dalam pertemuan KTT COP26 di Glasgow baru- baru ini belum menunjukkan komitmen yang serius untuk mengurangi emisi, khususnya dari batubara.

Ambisi untuk membatasi kenaikan suhu bumi 1,5 C hanya diimbangi dengan konsensus yang pragmatis dan kompromistis. Menghentikan kerusakan bumi agar tidak cukup dengan komitmen kosong dan effort yang biasa saja. Harus ada perubahan yang radikal. Lalu, selama bertahun- tahun mengapa kita sulit melakukan perubahan yang radikal untuk mengurangi emisi?

Penyakit Bumi adalah Manusia

Dunia ini indah, tetapi memiliki penyakit yang disebut manusia. Ketika filsuf eksistensialis Friedrich Nietzsche mengatakan itu, ia sedang tidak berhalusinasi. Manusia adalah aktor utama penyebab perubahan iklim. Eksploitasi batubara dan deforestasi adalah sedikit contoh dari perilaku manusia yang merusak bumi.

Jika prediksi ilmuwan tepat maka bencana iklim yang terjadi pada 2100 adalah puncak dari akumulasi perilaku manusia yang merusak bumi. Manusia mengulangi kesalahan yang sama, karena manusia tidak belajar dari sejarah, demikian kata George Santayana. Sebagai makhluk yang diberi mandat untuk mengelola bumi, manusia telah gagal berkali- kali.

Deforestasi. Sumber: gettyimages

Kita merasa superior. Manusia sering menganggap alam sebagai objek. Tidak sulit bagi kita mengeksploitasi dan mencemari alam. Dalam sejarah umat manusia, kerap kali itu dilakukan demi eksistensi kita sebagai manusia. Manusia beradaptasi dan berevolusi agar tetap ada atau setidaknya bertahan hidup. Bila tidak demikian, maka yang terjadi adalah kepunahan, seperti yang dialami oleh Homo erectus

Nenek moyang kita beberapa kali berimigrasi mencari tempat baru. Ketika manusia purba melakukannya demi bertahan hidup, tidak sedikit flora dan fauna yang punah. Sejak manusia purba hingga manusia modern sekarang ini perilaku merusak alam tetap berlangsung dalam bentuk dan tingkat yang berbeda.

Penyakit bumi dari dulu hingga sekarang tetap sama yaitu manusia.

Gen yang diwariskan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline