Lihat ke Halaman Asli

Mutualisme atau Komensalisme, Asli atau Palsu? Hak Merk Diabaikan!

Diperbarui: 16 Desember 2016   20:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Seperti yang diketahui bahwa hak Merk adalah merupakan hak kekayaan intelektual manusia atas ide-ide nya yang harus dilindungi. Undang-Undang Hak Merk telah jelas ditulis dalam Dalam Undang-undang Merek pada Pasal 1 dijelaskan bahwasanya Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa..

Undang-undang nomor 15 tahun 2001 pada bunyi pasal 76 ayat 1 Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis.

Perlindungan merek terkenal diberikan mengingat dua kepentingan yang harus dilindungi, yaitu kepentingan pemilik merek dan kepentingan konsumen sebagai bagian perlindungan hukum terhadap persaingan curang.

Dalam menentukan suatu merek dari suatu produk yaitu dengan cara menunjukkan keistimewaan dari produk. Bagi perusahaan dalam menentukan merek bagi produknya yang penting bagaimana ukuran, faktor bisnis target penjualan dan kegiatan pemasaran produk tersebut. Produsen menggunakan merek dengan alasan memperlihatkan suatu standar kualitas/mutu tertentu, dan untuk membedakan produk-produk tersebut dengan produk produk saingan yang ada dipasaran sebab seorang konsumen yang ingin membeli produk akan mengenali ciri-ciri dari produk tersebut,sehingga dengan adanya merek pada produk dapat dibedakan.

Fungsi merek tidak hanya sekadar untuk membedakan suatu produk dengan produk yang lain, melainkan juga berfungsi sebagai aset perusahaan yang tidak ternilai harganya, khususnya untuk merek-merek yang berpredikat terkenal.Melalui perkembangan perdagangan antar negara, yang dapat dikatakan maju sangat pesat, Indonesia "dibanjiri" merek-merek baru dari luar negeri.

Suatu yang kecil namun besar pengaruhnya bisa terjadi dalam hak merk ini. Kacamata masyarakat mengenai barang-barang branded sudah mulai merasuki konsumen. Hal ini sudah tidak dapat dipungkiri lagi melihat arus modernisasi yang cukup membawa dampak pengaruh terhadap mode atau life style gaya kekinian masyarakat khususnya remaja, anak-anak maupun dewasa. Sehingga terdorong mereka untuk mengikuti trend khususnya seperti memakai sepatu berkelas, atau bermerk. Mereka terdorong dengan gaya hidup dan lingkungan di sekitar yang suka ikut-ikutan trend. Mereka kebanyakan merasa minder kalau tidak mengikuti trend yang saat itu lagi booming.

Namun senyatanya kebanyakan mereka menggunakan sepatu merk ternama di Indonesia bahkan dunia namun bukan asli alias palsu. Yang terpenting bagi mereka adalah merk sama, dan bisa sama dengan yang lain. Seolah-olah mereka sudah mengikuti trend saat ini. Tak perduli itu asli atau KW (tiruan). Kebanyakan mereka membeli sepatu yang harganya masih terjangkau dan merknya masih ternama saat ini.

Kita beralih dulu dari segi konsumennya. Singgung dulu penjual yang memilki ide meniru barang ber-merk ternama ini. Mereka seakan-akan tidak mengetahui akan adanya undang-undang hak merk yang seharusnya mereka mengerti akan pelarangan peniruan merk, Walaupun hanya meliputi nama, tulisan, bentuk, dan logo. Namun, kualitas barangnya jauh berbeda dengan yang aslinya. Mereka sudah melakukan persaingan yang tidak sehat atau curang.

Kasus yang terjadi pada salah satu merk trend sepatu saat ini seperti sepatu “nike”. Mungkin pembaca sudah tidak asing lagi dengan merk sepatu ini. Penjualan sepatu nike telah menyebar luas hingga ke pelosok dan penjuru kota maupun desa. Baik yang berkualitas asli, kw 1,2, 3 dan seterusnya tergantung pabrik mengeluarkan barang tersebut dengan kualitas seperti apa. Pendistribusiannya pun begitu mudah di sebarluaskan oleh produsennya. Baik menggunakan media sosial seperti facebook, instragram, dan media lainnya untuk mengenalkan produknya. Sehingga sulit membedakan mana yang asli atau yang barang tiruan, karena barang tiruan dapat berkualitas bagus dan terlihat mahal dari harga yang ditawarkan walaupun itu bukanlah asli produk sepatu itu sendiri.

Produk asli sepatu nike seolah-olah mempunyai daya saing walaupun mereka mempunyai pembeda di antara peniru merk sepatu tersebut yang kualitasnya jelas lebih bagus dengan yang KW. Hal ini tentu dapat membawa pengaruh apakah ini mutualisme, apakah sebaliknya yaitu komensalisme? Dengan kata lain apakah ini dapat saling menguntungkan antara kedua produsen asli dan palsu, ataukah dapat merugikan ?

Kita tengok saja sejenak seperti yang terjadi pada di kota metropolitan, seperti kota Jakarta. Dikutip dari redaksi News Republiaka bahwa Jajaran Polres Metro Jakarta Selatan menahan dua penjual sepatu merek Nike palsu. Dari tangan tersangka, J (32 tahun) dan S (33), disita 2.000 pasang sepatu Nike kualitas KW. Sebanyak itu produksi sepatu nike KW yang dipasarkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline