Lihat ke Halaman Asli

Andriani

rindu situasi kembali normal

Malam Pertamaku di Kotamobagu

Diperbarui: 3 Juni 2020   01:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kata malam pertama sering diartikan sebagai pengalaman pertama pasangan suami isteri saat malam pertama kedua insan sah memadu kasih.
Dalam tulisanku ini aku gak berkisah soal itu ya.

Tapi ini kisah hari pertamaku tiba di tanah rantau pas kebetulan di waktu malam hari hehe....(sebenarnya aku lebuh suka dikatakan berpetualang dari pada disebut merantau...tapi terserahlah kedua sebutan pada intinya bermakna sama. Itu pendapatku tapi mungkin orang lain mungkin memandang beda).

Perjalananku dimulai di pagi yang cerah dari bandara Juanda Surabaya menuju Makassar. Bukan alasan apa memilih transit, hanya agar lebih murah ongkos saja. Sebenarnya bisa langsung Surabaya - Manado, tapi tentu ongkos lebih mahal. Dalam perjalanan ini aku tentu gak sendiri tapi dengan seniorku sorang ibu asrama.

Dari Makassar lanjut ke Manado, kota yang terkenal dengan wisata lautnya yaitu Bunaken dan berlimpah ikan laut misalnya ikan cakalang. Tiba di Manado masih mampir belanja persiapan kebutuhan harian.

Selesai belanja, tak lupa aku dikenalkan dengan salah satu masakan Manado yang sangat populer, yaitu tinutuan atau dikenal dengan sebutan bubur Manado. Aku pernah makan sebelumnya tapi ini sungguh orisinil. Langsung cocok di lidahku. Apalagi ditambah dengan dabu-dabu ikan roa (sambal ikan roa), tahu goreng, dan tak ketinggalan pisang sepatu (kepok).

Setelah kebutuhan lengkap, dan kebutuhan kampung tengah alias perut sudah terpenuhi, kami pun melanjutkan perjalanan ke Kotamobagu, kota tujuan akhir perjalanan kami. Perjalanan ditempuh dengan mobil selama kurang lebih 4.jam melewati pantai, bukit, dan pedesaan. Betapa indah pemandangan andai kami melakukan perjalanan di siang hari.

Perjalanan terasa lambat karena aku mabuk kendaraan. Ada tikungan-tikungan tajam yang membuat perut dan kepala terasa berputar bersamaan. Di daerah Munte namanya. Terasa amat lambat juga karena begitu penat duduk diam di mobil dalam waktu lama.

Rasanya mau menyerah tapi sungguh tak mungkin berhenti di jalan pada malam hari. Tak ada pilihan lain selain menahan pusing, menahan penat. Pengalaman tak terlupakan.

Setelah perjalanan cukup melelahkan, akhirnya tiba di Kotamobagu. Kota kecil, tenang, adem. Rasa lelah pun sirna dengan kehangatan kota, keramahan orang-orang, dan tentu kehangatan secangkir teh yang menyambutku.

Akhirnya aku tertidur lelap di malam pertamaku di Kotamobagu. Sepasang kaos kaki warna abu-abu bergaris menyempurnakan lelapku. Hari pertamaku diselimuti dengan pengharapan. Di kota inilah aku memulai perjalanan warna-warni kehidupan selama 11 tahun. Bukan waktu yang singkat.

Terimakasih Tuhan untuk pengalaman luar biasa ini. Pengalaman yang mengajarkanku sabar dan terus berpengharapan.

Merindukan kembali ke Kotamobagu, walo hanya sekedar berkunjung.

Sidoarjo, 3 Juni 2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline