Lihat ke Halaman Asli

Reyhan Herwanda

Directorate General of Taxes Officer

Potensi Pajak, Ketika Kebutuhan Pokok Menjadi Mewah

Diperbarui: 8 Mei 2024   07:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi barang yang transaksi jual belinya terkena pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). (Sumber: SHUTTERSTOCK/TXKING via kompas.com)

PPN dan Pembebasan atas Barang Kebutuhan Pokok

Ketika kita berbelanja di minimarket, pasti sudah tak asing lagi dengan yang namanya Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN sendiri merupakan pajak yang kita bayar atas konsumsi barang atau jasa yang kini bertarif 11%. 

Tentunya tidak semua barang yang kita konsumsi akan kita bayar PPN nya, contohnya barang kebutuhan pokok. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), di mana barang kebutuhan pokok dibebaskan dari pengenaan PPN.

Pembebasan PPN barang kebutuhan pokok bertujuan untuk mendukung tersedianya barang tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional. 

Adapun barang kebutuhan pokok tersebut terdiri dari beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan terakhir yaitu sayur-sayuran.

Mengapa dibebaskan? Sepenting apakah barang kebutuhan pokok?  Menurut Peraturan Presiden (Perpres) No 59 Tahun 2020 tentang perubahan atas Perpres No 71 Tahun 2015 barang kebutuhan pokok merupakan barang yang menyangkut hajat hidup banyak orang dan memiliki skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi.  

Dengan demikian atas definisi tersebut menjadikan barang kebutuhan pokok sebagai kebutuhan primer. 

Ketika kebutuhan pokok seseorang tidak terpenuhi maka kelangsungan hidupnya akan terancam. Tentunya berbeda ketika kebutuhan sekunder dan tersier seseorang tidak terpenuhi maka kelangsungan hidup orang tersebut tidak akan begitu terpengaruh.

Kebutuhan Pokok dan Pemenuhan Gizi

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Sosial (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia nyaris 100% yaitu ada pada angka 98,35%. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline