Lihat ke Halaman Asli

Repa Kustipia

TERVERIFIKASI

Gastronomist (Gastronome)

Wedang Secang Hutan dan Forest Healing

Diperbarui: 26 Oktober 2022   13:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok Pribadi

Masihkah pandemi ? bisa saja masih pandemi untuk di lokasi perkotaan dan sub-perkotaan, tapi telah berakhir bagi para penduduk desa dan penduduk penghuni area hutan, dan hal ini rasanya tidak adil jika mobilitas dan stabilitas pedesaan selalu mengikuti pergerakan perkotaan yang selalu memberikan intisari berita kecemasan entah itu berita tentang: covid-19 yang masih bergentayangan dan tambahan varian baru.

Syarat protokol kesehatan yang diperketat untuk bepergian, pergantian pembelajaran daring-luring dan hybrid yang begitu cepat harus beradaptasi dan terbiasa, kasus-kasus pembunuhan yang berjilid, pemberitaan rumah tangga selebriti yang terkena kekerasan rumah tangga tapi tidak jadi dipidanakan, kasus pemerkosaan honorer, isu-isu resesi dimana tidak ada solusi sama sekali hanya menyebar kecemasan dan ketakutan semata. 

Namun, jika berkunjung ke desa, dan meninggalkan sejenak notifikasi.  Ternyata ada sepercik kedamaian karena di desa orang-orangnya menganut prinsip bersinergi dengan alam dan menikmati semesta, tanpa bernafsu untuk menguasai Sumber Daya Alam dan bermasyarakat, dimana hal ini sudah hampir luntur. Kapan terakhir ngopi bareng tetangga dan bercanda tentang masa kecil dan bercerita tentang hangatnya berkumpul dengan orang yang telah tiada ? 

Dok Pribadi

Tradisi berkumpul di hutan sudah dilakukan oleh orang sunda sejak lama hanya untuk bercengkrama, mengobrol, bersenda-gurau, bahkan hanya menikmati minuman hangat dari hasil akulturasi orang jawa yang jika diceritakan akan mengarah pada hal-hal sentimen dibalut nuansa sejarah. 

Ya. Perang Bubat. Tapi itu tidak berlaku untuk kenikmatan dan kehangatan minuman hasil akulturasi ini : Minuman Wedang Secang, dimana bahan-bahannya banyak sekali ditemukan di hutan seperti : kayu secang, jahe, cengkeh, kayu manis, kembang lawang/bunga pekak, daun salam, kunyit, kapulaga, dan sedikit gula batu diseduh dengan air panas. 

Dinikmati bersama di tengah hutan yang asri, dikelilingi pohon mahoni, mendengarkan kicauan burung, suara tongeret yang tidak berhenti, suara dari daun-daun yang saling berdesek, aroma tanah hutan yang masih dilapisi humus dan segala elemen yang ada menambah kedamaian dan ketenangan. Inilah forest healing.

Dok Repa Kustipia

Forest Healing, biasa dikenal dengan terapi hutan dimana serangkaian kegiatan bisa dilakukan pada ekosistem hutan dan adanya kontribusi dari orang-orang yang akan menikmatinya, bisa melakukan konservasi, penanaman kembali, bahkan hanya melakukan perkemahan menyepi dari keramaian. 

Ben Page dalam bukunya yang berjudul Healing Trees: A Pocket Guide to Forest Bathing merekomendasikan bahwa berjalan-jalan di hutan akan menemukan jati diri yang sebenarnya, mengenal diri secara utuh karena jauh dari hingar bingar dan omongan sekitar, bahkan seseorang bisa berinteraksi dengan dirinya serta menemukan keinginan terdalamnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline