Lihat ke Halaman Asli

Rendy Artha Luvian

TERVERIFIKASI

Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Dunia Maya dan Nyata: Perang Israel-Palestina dan Suara-suara yang Terlupakan

Diperbarui: 9 Desember 2023   13:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi perang Israel vs Palestina. sumber: freepik.com

Sejak bertahun-tahun yang lalu, tanggal 29 November membawa pengingat yang pahit dan panggilan solidaritas internasional untuk rakyat Palestina. Sebuah panggilan yang, dalam era digital ini, meresap lebih dalam dari yang pernah kita bayangkan. 

Sementara dunia maya menjadi medan pertempuran ideologi, darah nyata terus mengalir di medan tempur. Inilah pandangan lebih dalam tentang perang Israel-Palestina yang melibatkan perang digital dan realitas yang terabaikan.

Kondisi di Lapangan: Darah dan Air Mata di Tepi Barat dan Jalur Gaza

Perang yang meletus sejak 7 Oktober 2023 telah menciptakan medan tempur yang penuh penderitaan, terutama di pihak Palestina. Menurut Palestinian Central Bureau of Statistics (PCBS), hingga hari ke-52 perang, jumlah total korban jiwa Palestina mencapai 15.093 orang. 

Rinciannya, korban jiwa di Jalur Gaza mencapai 14.854 orang, sementara di Tepi Barat sebanyak 239 orang. Jumlah total korban jiwa Palestina ini sudah 11 kali lipat lebih banyak dari korban jiwa Israel.

Namun, di tengah statistik yang mengguncangkan, terdapat kisah-kisah pribadi yang terabaikan. Keluarga yang terpisah, anak-anak yang kehilangan masa depan, dan nyawa yang terenggut dengan cepat oleh hantaman perang. Itulah realitas pahit di lapangan yang seringkali hilang dalam keriuhan narasi digital.

Laporan dari Komite untuk Perlindungan Jurnalis (CPJ) memberikan gambaran yang lebih dalam tentang dampak perang ini terhadap jurnalis dan pekerja media. 

Sejak 7 Oktober hingga 28 November 2023, 57 jurnalis dan pekerja media tewas, dengan mayoritas dari mereka merupakan warga Palestina (50 orang). 

Risiko tinggi, terutama di Gaza, melibatkan serangan udara, gangguan komunikasi, serta kekurangan pasokan dan pemadaman listrik.

Jurnalis di seluruh dunia melakukan pengorbanan besar untuk meliput konflik tersebut. Mereka tidak hanya kehilangan rekan kerja, keluarga, dan fasilitas media, tetapi juga harus melarikan diri mencari keselamatan tanpa tempat berlindung yang aman. 

Suara mereka, seringkali menjadi saksi bisu penderitaan, menyoroti keberanian dan pengabdian yang terlupakan dalam perang digital ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline