Photo ini dibuat tahun 1980. ..
Udara panas siang itu, agak berkurang. Karena hari itu turun hujan deras. Sebagian halaman rumput luas depan sekolah tampak berlumpur. Kebetulan, saya sedang menenteg sebuah kamera NIKON pinjaman dari Sang Ayah. Di jaman itu, membuat photo masih merupakan salah satu kegiatan yang terhitung langka. "Masih ada nih tiga film negatif di dalam kamera yang tersisa... Ayo, mau ng kita membuat photo," ajak saya. Ntah mengapa, tiba-tiba muncul kesadaran tentang "sejarah". "Suatu saat nanti, photo-photo seperti ini mungkin bermanfaatlah ....," begitulah kira-kira ujar saya ke beberapa teman yang sedang berkumpul, usai kami melakukan suatu acara di sekolah. Mereka, awalnya terlihat enggan....
***
Dan, puluhan tahun pun berlalu....
Photo itu diam membisu, teronggok di salah satu sudut ruangan. Bahkan, hampir hilang di antara berbagai kesibukan dan tumpukkan album. Meski Photo itu kerap ikut terbawa kemana-mana. Berpindah-pindah rumah (dari Kota Lhokseumawe ke Kota Banda Aceh. Lalu ke Jakarta, dan kemudian ke Bandung. Terakhir ia mampir ke rumah mungil saya di Cimahi, mengikuti alur dinamika Si Pemiliknya).
Pagi ini, saya melihat kembali album lama di sudut itu. Saya lalu mengambil photo ini.....membersihkannya dari debu yang sudah mulai melingkarinya. Saya termenung agak lama: Tiba-tiba, photo ini seperti "hidup kembali", dan menceritakan sesuatu......
Bahwa dulu, saya pernah menjadi bagian dari para remaja yang bersekolah di SMA Negeri 1, Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Utara , Propinsi ACEH ini. Ketika saya sekeluarga pindah ke kota ini, mengikuti Ayah yang perwira militer, ditugaskan menjadi Danrem 011/Lilawangsa di sana. Meski hanya dua tahun saja tinggal di Kota Migas LNG yang merupakan kota paling dinamis di Aceh itu. Namun, hari-hari yang saya lalui tampak padat. Karena didorong oleh lingkungan (dan Ayah), untuk menjadi remaja yang "super aktif". Hampir semua kegiatan di sekolah ini (bahkan, mungkin kegiatan remaja ;lain di kota ini), saya ikuti dengan antusias. Tingginya rasa ingin tahu (curiosity) terhadap berbagai hal di masa perkembangan aktualisasi diri anak Remaja menjadi "driver".
Sebagaimana halnya remaja lain, maka saya dan teman-teman di SMA ini senang juga"bergaya". Mengikuti trend orang-orang muda di jamannya. Ke sekolah, kami mengenakan celana panjang biru (seragam sekolah), dengan gaya celana "Cutbrai" (byang agian bawah dibuat melebar)... Mengenakkan sepatu berhak tinggi, yang jika berjalan di lantai sekolah, terdengar ketukkan langkahnya hingga kejauhan. Bahkan, ( saya berdiri di belakang, nomor dua dari kiri), sering mengenakkan kemeja putih yang di pesan khusus. Dibuat sedikit berbeda, dengan kerah agak tinggi. Lalu dua kancing bagian atas dibiarkan terbuka, menampakkan dada yang waktu itu tampak bidang. (Tentu saja, ini menyebabkan anak-anak SMA tersebut sering ditegur oleh Ibu Guru BP, yang kerap mengontrol kerapihan berpakaian siswa)
Waktu muda, kami juga rajin mengikuti berbagai kegiatan olahraga: Bola Voli, Sepak Bola, Tenis Lapangan ("Hei, Yusril: Kapan nih kita berlatih tenis rutin lagi kayak dulu..?"), Pingpong, Bulu Tangkis dan sebagainya. Bahkan olahraga beladiri seperti "Shorinji Kempo" pun, dengan tekun diikuti. Yang membuat postur tubuh terlihat atletis. Saat itu, banyak juga remaja yang senang berolahraga, karena alasan untuk aktualisasi diri, dan menjaga penampilan..
Gaya berangkulan dengan teman, menjadi ciri khas sebagai simbol keakraban suatu kelompok. Tertawa bebas bergerombol wara-wiri ke sana-kemari di haalaman sekolah, sering menjadi kanalisasi pelepasan kejenuhan. Bermain bola (plastik ) di lapangan petak di halaman belakang sekolah di dekat ruang laboratirum, di sawah kering, saat usai mata pelajaran Matematika, Kimia dan Fisika, yang selalu menjadi "momok" kebanyakan siswa SMA IPA tersebut, kemudian menjadi kenangan tersendiri. Sekali-kali, kami duduk di bawah pohon besar rindang yang berada di tengah sekolah, sambil memandang siswi-siswi yang lewat hilir-mudik. Atau, kumpul sejenak di kantin, mengepul asap, dengan bersembunyi dari pandangan Guru.
***