Lihat ke Halaman Asli

Rendra Trisyanto Surya

I am a Lecturer, IT Auditor and Trainer

Kita Pernah Menjadi Anak SMA (Refleksi Sebuah Photo Tahun 1980)

Diperbarui: 11 Februari 2018   01:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Keterangan Photo: Gaya anak SMA di Era 1980 di Kota Lhokseumawe, Aceh / Photo by: Rendra Tris Surya)

Photo ini dibuat tahun 1980. ..

Udara panas siang itu, agak berkurang. Karena hari itu turun hujan deras. Sebagian halaman rumput luas depan sekolah tampak berlumpur.  Kebetulan, saya sedang menenteg sebuah kamera NIKON pinjaman dari Sang Ayah.  Di jaman itu, membuat photo masih merupakan salah satu kegiatan yang terhitung langka. "Masih ada nih tiga film negatif di dalam kamera yang tersisa... Ayo, mau ng  kita membuat photo," ajak saya. Ntah mengapa, tiba-tiba muncul kesadaran tentang "sejarah". "Suatu saat nanti, photo-photo seperti  ini mungkin bermanfaatlah ....," begitulah kira-kira ujar  saya ke beberapa teman yang sedang berkumpul, usai kami melakukan suatu acara di sekolah. Mereka, awalnya terlihat enggan....

                                                                                                                          ***

Dan, puluhan tahun pun berlalu....

Photo itu  diam membisu, teronggok di salah satu sudut ruangan. Bahkan, hampir hilang di antara berbagai kesibukan dan tumpukkan album.  Meski Photo itu kerap ikut terbawa kemana-mana. Berpindah-pindah rumah (dari Kota Lhokseumawe ke Kota Banda Aceh. Lalu ke Jakarta,  dan kemudian ke Bandung. Terakhir ia mampir  ke rumah mungil saya di  Cimahi, mengikuti alur dinamika Si Pemiliknya).

Pagi ini,  saya melihat kembali album lama di sudut itu. Saya lalu mengambil photo ini.....membersihkannya dari debu yang sudah mulai melingkarinya. Saya termenung agak lama: Tiba-tiba,   photo ini seperti "hidup kembali", dan  menceritakan sesuatu......

Bahwa dulu, saya pernah menjadi bagian dari para remaja yang bersekolah di SMA Negeri 1,  Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Utara , Propinsi ACEH ini. Ketika saya sekeluarga pindah ke kota ini, mengikuti Ayah yang perwira militer,  ditugaskan menjadi Danrem 011/Lilawangsa di sana. Meski hanya dua tahun saja tinggal di Kota Migas LNG yang merupakan kota paling dinamis di Aceh itu. Namun, hari-hari yang saya lalui tampak  padat. Karena didorong oleh lingkungan (dan Ayah), untuk menjadi remaja yang "super aktif". Hampir semua kegiatan di sekolah ini (bahkan, mungkin kegiatan remaja ;lain di kota ini), saya ikuti dengan antusias. Tingginya rasa ingin tahu (curiosity) terhadap berbagai hal di masa perkembangan aktualisasi diri anak Remaja menjadi "driver".  

Sebagaimana halnya  remaja lain, maka saya dan teman-teman di SMA ini senang  juga"bergaya". Mengikuti trend orang-orang muda di jamannya. Ke sekolah, kami mengenakan celana panjang biru (seragam sekolah), dengan gaya  celana "Cutbrai" (byang agian bawah dibuat melebar)... Mengenakkan sepatu berhak tinggi, yang jika berjalan di lantai sekolah, terdengar ketukkan langkahnya hingga kejauhan.  Bahkan, ( saya  berdiri di belakang, nomor dua dari kiri), sering mengenakkan  kemeja putih yang di pesan khusus.  Dibuat sedikit berbeda, dengan kerah agak tinggi. Lalu dua kancing bagian atas dibiarkan terbuka, menampakkan dada yang waktu itu tampak bidang. (Tentu saja, ini menyebabkan anak-anak SMA tersebut  sering ditegur oleh Ibu Guru BP,  yang kerap mengontrol kerapihan berpakaian siswa)

Waktu muda, kami juga rajin mengikuti berbagai kegiatan olahraga: Bola Voli, Sepak Bola, Tenis Lapangan ("Hei, Yusril: Kapan nih kita berlatih tenis rutin lagi kayak dulu..?"), Pingpong, Bulu Tangkis dan sebagainya. Bahkan olahraga beladiri seperti "Shorinji Kempo" pun, dengan tekun diikuti. Yang membuat postur tubuh  terlihat atletis. Saat itu, banyak juga remaja yang senang berolahraga, karena alasan untuk aktualisasi diri, dan  menjaga penampilan..

Gaya berangkulan dengan teman, menjadi ciri khas sebagai simbol keakraban suatu kelompok. Tertawa bebas bergerombol wara-wiri ke sana-kemari di haalaman sekolah, sering  menjadi kanalisasi pelepasan kejenuhan. Bermain bola (plastik ) di lapangan petak di halaman belakang sekolah di dekat ruang laboratirum, di  sawah kering, saat usai mata pelajaran Matematika, Kimia dan Fisika,  yang selalu menjadi "momok" kebanyakan siswa SMA IPA tersebut, kemudian menjadi kenangan tersendiri. Sekali-kali, kami duduk di bawah pohon besar rindang yang berada di tengah sekolah, sambil memandang siswi-siswi yang lewat hilir-mudik. Atau, kumpul sejenak di kantin, mengepul asap, dengan bersembunyi dari pandangan Guru. 

                                                                                          ***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline