Lihat ke Halaman Asli

Wiselovehope

Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

Bebas Jangan Bablas, Biar Nge-twit Jangan Asal Bunyi!

Diperbarui: 20 November 2022   18:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi via Mint.com

Twitter sering diibaratkan sebagai cuit bin celetukan, ngetwit istilah kerennya. Gara-gara belakangan ini kebebasan berpendapat dan berekspresi gamblang digembargemborkan, salah satu media sosial yang sering digunakan netizen Indonesia ini menjadi yang teratas selain Instagram dan tentu saja Facebook. Mudah, tinggal tik, beri tagar, klik. Maka seluruh pengguna bisa menemukannya.

Sayangnya banyak yang tersandung dengan twit asal-asalan, asal goblek alias tidak memperhitungkan bagaimana dampaknya. Begitu ada reaksi keras atau negatif, lalu semua berlindung di balik kata 'ironi' atau 'hanya menyindir' atau hanya me-repost atau reshare.

Beberapa contoh twit 'bodoh' yang berhasil menggiring pemilik akunnya ke yang berwajib adalah repost meme Stupa Buddha oleh seorang mantan menteri negeri ini (plus kata-kata kurang elok dari yang bersangkutan) dan twit seorang pegiat seni yang baru-baru ini viral lantaran twit merendahkan, foto bersama dua ibu negara dengan kalimat-kalimat ala dramanya yang mengundang kontroversi.

Tentu saja masih banyak yang berpendapat menulis apapun suka-suka penulis saja. Tidak usah ikut campur atau kepo. Akan tetapi semua bentuk media sosial; artikel, cuitan, status, bahkan novel online sekalipun memiliki kesamaan:

Tidak bisa hanya satu arah, melainkan satu ke banyak sekali arah.

Mungkin karena itu Elon Musk tadinya berusaha agar yang mau 'fasilitas lebih' dari Twitter bisa membeli/langganan 'centang biru', walau harganya termasuk cukup mahal bagi akun iseng saja.

Kebijakan ini akhirnya ditunda karena banyak disalahgunakan akun verified tiruan demi mendapat feedback tertentu atau perhatian (rentan hoaks dan pemalsuan identitas).

Mungkin bukan hanya penulis kisah fiksi dan non fiksi saja yang perlu belajar untuk tidak kebablasan menulis.

Semua pengguna media sosial dan tulisan umum apapun hendaklah menuliskan apa saja dengan hati-hati, walau hanya iseng, lucu-lucuan, curahan hati maupun kritikan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline