Lihat ke Halaman Asli

Ramdan Herawan

Mahasiswa Program Magister

Optimasi Energi Hijau pada Sistem Kelistrikan Nias

Diperbarui: 21 Mei 2020   11:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepulauan Nias merupakan pulau di sebelah barat Sumatera Utara yang masuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara. Mungkin banyak warga Indonesia yang belum mengetahui tentang Pulau Nias, pulau yang memiliki potensi wisata yang dinilai dapat menyamai Pulau Bali. Pulau Nias memiliki potensi wisata alam khususnya pantai dan laut yang indah yang belum banyak dijamah. Apalagi dengan wilayah geografis yang dekat dengan Singapura dan Malaysia memungkinkan Pulau Nias menjadi alternatif tujuan para wisatawan mancanegara dari negara tetangga. Pulau Nias memiliki luas wilayah sekitar 5.625 km2. Kepulauan Nias terdiri dari lima daerah, yakni Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Selatan, dan Kota Gunung Sitoli dengan penduduk sekitar 1 Juta jiwa.

Pulau Nias dengan potensi wisata yang bagus akan berkembang dan dapat menunjang perekonomian jika ditunjang dengan infrastruktur yang baik, khususnya dari segi penyediaan infrastruktur listrik. Rasio elektrifikasi saat ini yang masih berada pada angka 51,38% di pulau Nias, masih memerlukan peningkatan rasio elektrifikasi yang tinggi agar seluruh penduduk Pulau Nias dapat memiliki kesempatan sama untuk membuka peluang pariwisata dengan kondisi kelistrikan yang mumpuni. Dengan kapasitas daya mampu pembangkitan 47,4 megawatt (MW), Nias saat ini memiliki Beban Puncak rata-rata sekitar 30 MW menurut RUPTL, dengan panjang jaringan tegangan menengah 8.603,01 kms dan tegangan rendah 1,413.77 kms. Nias saat ini memiliki Gardu Induk 70 kV sebanyak 2 buah, terletak di Gunungsitoli dan Teluk Dalam, dengan kapasitas trafo daya 2x30 MVA. Kondisi surplus ini tentunya sangat mendukung PLN dan Pemda, serta seluruh stakeholder untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di Pulau Nias. Sistem kelistrikan Nias terpisah dari sistem kelistrikan Sumatera, walaupun masuk ke dalam wilayah Sumatera Utara. Menurut data bahwa bahan bakar pembangkit listrik di Nias 47 % adalah pembangkit dengan bahan bakar BBM, sedangkan 53 % dengan bahan bakar Non-BBM

pembangkit-jpg-5eb8222a097f360cd879bd32.jpg

Pada tahun 2016, Pemerintah dalam hal ini KemenESDM (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral) telah memasukkan Pulau Nias ke dalam PIT (Program Indonesia Terang). Dengan berbagai sumber energi listrik yang ada diharapkan seluruh masyarakat Pulau Nias bisa menikmati listrik sehingga mendukung perekonomian melalui berbagai sektor salah satunya adalah pariwisata.

Pada artikel ini tim kami yang merupakan Mahasiswa program Magister Teknik Elektro Teknik Tenaga Elektrik Institut Teknologi Bandung pada kelompok kajian Ekonomi Energi (Grup 4) akan mereview RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) dan melakukan analisis skenario optimalisasi pengembangan energi hijau atau energi baru dan terbarukan pada kelistrikan Pulau Nias. 

Berdasarkan RUPTL 2019-2028 pertumbuhan beban puncak tahunan di Nias diproyeksikan memiliki asumsi yang sama dengan wilayah Sumatra Utara yaitu mencapai rata-rata 7,43%  dengan peningkatan tertinggi mencapai 9,94% pada tahun 2022 atau kenaikan lebih dari 27,14 MW hingga 2028. Pada tahun 2024 kebutuhan listrik di Nias akan mencapai 44,18 MW yang berarti perlu dilakukan pengembangan pembangkit listrik karena kebutuhan listrik yang sudah melebihi reserve margin dari kapasitas pembangkitan saat ini. Menurut RUPTL tersebut, untuk sistem kecil seperti Nias yang belum terinterkoneksi dengan sistem kelistrikan Sumatra, maka perencanaan pembangkitan harus dibuat dengan kriteria N-2, yaitu cadangan harus lebih besar dari 1 unit terbesar pertama dan 1 unit terbesar kedua. Sebagai tambahan pembangkit dalam sistem Nias, sampai dengan periode 5 tahun ke depan (2019-2024) direncanakan penambahan pembangkit PLTMG (Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas) dan PLTBm (Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa) sedangkan untuk pemenuhan beban puncak masih akan tetap disuplai oleh PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) dengan bahan bakar HSD (High Speed Diesel).

Selain itu akhir akhir ini isu mengenai pengurangan energi fosil menjadi energi yang lebih ramah lingkungan yaitu Renewable energy telah banyak digaungkan oleh masyarakat dunia. Bahkan pada tahun 2016, Menteri ESDM saat itu Archandra Tahar pada suatu konferensi energi, berujar bahwa Renewable energy bukanlah suatu pilihan, namun suatu keharusan. Indonesia adalah negara dengan potensi EBT (energi baru terbarukan) yang melimpah, mengutip ucapan mantan Wakil Presiden Republik Indonesia pada acara IIGCE (Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition) pada tahun 2016 yang menyampaikan bahwa potensi geothermal di Indonesia mencapai 30.000 MW atau lebih dari 40% dari potensi dunia. Panasbumi yang sudah dimanfaatkan hanya 1,5 GW. Jika dalam 10 tahun mendatang berencana menghasilkan listrik dari panas bumi sebesar 7.000 MW, maka masih tersedia 70% yang siap untuk dikelola pada masa-masa mendatang. Selain itu potensi lain seperti pembangkit tenaga air, angin, surya, dan lain-lain yang melimpah di Indonesia yang belum sepenuhnya dimanfaatkan.

Potensi Energi di Pulau Nias dari hasil kajian beberapa studi menunjukkan bahwa PLTBm mempunyai kapasitas potensi 15,8 MW disusul PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) dengan kapasitas 10 MW, lalu PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu) sebesar 2 MW diikuti PLTMH ( Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro) dan pembangkit listrik tenaga tidal dengan kapasitas masing-masing 0,5 MW dan 0,8 MW, maka total potensi energi di pulau Nias sebesar 29,1 MW di mana hampir 45 % dari potensi energi yang ada merupakan Renewable energy. Selain itu sesuai RUPTL bahwa di Pulau Nias akan masuk 3 Pembangkit yaitu PLTMG dua unit pada 2020 dan 2021 dengan masing-masing kapasitas 10 MW dan PLTBm pada tahun 2023 dengan kapasitas 9,8 MW.

potensi-nias-jpg-5eb823f0d541df1e64684a55.jpg

Berdasarkan data yang telah dijelaskan dan hasil kajian, tim mencoba membuat analisa penambahan pembangkit dalam 5 tahun ke depan hingga tahun 2024 di sistem kelistrikan Pulau Nias dengan membuat 6 skenario pembangunan pembangkitan, di mana skenario ini memprioritaskan pengurangan penggunaan bahan bakar fosil atau HSD, dan peningkatan penetrasi Renewable energy. Hasil yang ingin dicapai oleh tim adalah mengetahui nilai LCOE (Levelized Cost of Energy) dari setiap skenario dan biaya emisi CO2 dari setiap skenario, Selain LCOE dan biaya Emisi CO2, kajian energy security juga dilakukan melalui penilaian terhadap kondisi pembebanan, kualitas tegangan dan losses dari masing-masing skenario tersebut.

Skenario pertama mengacu pada RUPTL dimana tidak ada penetrasi Renewable energy, penambahan pembangkit terletak pada PLTBm sebesar 16 %, PLTMG 74 %, dan PLTD dengan Bahan Bakar HSD 10 % .

Skenario kedua penetrasi Renewable energy sebesar 9 %, dimana seluruh Renewable energy menggunakan PLTS (100 %), lalu PLTBm sebesar 24 %, dan PLTMG 67 % , tanpa PLTD (HSD).

Skenario ketiga penetrasi Renewable energy sebesar 15 %, dimana seluruh Renewable energy menggunakan PLTS (100 %), lalu PLTBm sebesar 16 %, dan PLTMG 69 % , tanpa PLTD (HSD).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline