Lihat ke Halaman Asli

π€π‘π˜π€ ππ”πŒπˆ

ππ”πŒπˆ π‚πˆππ“π€, 𝐒𝐀𝐒𝐓𝐑𝐀, ππ”πˆπ’πˆ

Menerka Isi Celana

Diperbarui: 2 Maret 2024 Β  06:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Apa yang kautangkap dari turunnya hujan kemarin kar,
dingin senja yang membungkam
atau cita-cita yang kusam
surat dari rumah belum juga sampai di tanah merah.

Bangsa kita ini sudah ningrat kar
jadi untuk apa lagi mencari jatidiri
semua masih melarat.
Tutup saja pintu kulkas, matikan pendingin ac di Mahameru. Kita tidak butuh surga!

Dunia sudah dewasa, semua bebas saling ciuman. Sambil tangannya menerka-nerka isi celana. Kau tahu apa jawabnya;
" Siapa agama: presiden, raja, pemuka!"
Romo sudah menunggu sepi di dalam rumah,
menanti malaikat buatkan secangkir kopi.
Selir-selir telah kembali pulang
ke barisan ayat-ayat.

Masa kecil sungguh seni yang lucu kar,
akhirnya marhaen ajarkan kita untuk berdikari.
Keluarlah kar! lepaskan semua isi dalam jarikmu. Kau keliru dengan rok di bawah lutut.
Tidak apa-apa kar, tuhan sudah berdemokrasi sekarang. Turunkan jarikmu; kita sudah berbudidaya tanpa perlu ditatar tafsir.

Aku ini pelacur. Sankret yang telanjang di suara para pelancong
jangan ragu kar sebab cinta itu bermata-mata.
Isi celana selalu menjadi cerita turun-temurun,
hanya itu juga isi ransel biru yang tertinggal di alam bawah sadar kita kar.

CINTA CINTA CINTA

BUMI CINTA
MARET 2024




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline