Lihat ke Halaman Asli

Rahmad Alam

Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Memaknai Kata "Jodoh" Menggunakan Pandangan Psikoanalisis Freud

Diperbarui: 7 Maret 2022   17:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Sumber: pixabay.com 

Sekilas Tentang Jodoh

Saat saya libur semester kuliah lalu, teman dari MA dulu mampir ke rumah dan kita mulai berbincang-bincang sembari menanyakan kabar dan bernostalgia saat zaman sekolah dulu. 

Selain itu, ia juga menceritakan semua keluh-kesahnya waktu dia lulus MA. Garis besar yang saya dapat menggambarkan keluh-kesahnya akan jodoh dan teman-teman kami yang beberapa sudah ada yang menikah muda. 

Setelah berbincang lama dan saling bertukar masukan, saya merenungi kembali arti kata jodoh tersebut.

Jodoh sudah menjadi bayangan atau impian yang menjadi tujuan semua orang. Tidak ada yang tidak mengenal kata itu, dalam semua kebudayaan dan keagamaan memberikan suatu pandangan yang mengisyaratkan kebutuhan pokok manusia dan memang begitulah seharusnya. 

Kebudayaan dan kepercayaan di sekitar kita menjunjung tinggi arti jodoh sebagai seorang yang akan menemani kita hingga akhir hayat.

Jodoh dan segala keagungannya membawa kita, manusia berangan-angan dan bermimpi mendapatkan pasangan yang sempurna.

 Walaupun begitu terdapat juga beberapa orang yang menyempurnakan dirinya demi mendapatkan pasangan yang jauh lebih sempurna dan setidaknya setara dengannya.

Kekuatan imajinasi yang manusia punya ditambah dengan kompleksnya kebudayaan dan kepercayaan kita mengenai perkara jodoh membuat kadang manusia terjebak dalam imajinasinya sendiri. 

Persepsi manusia tentang jodoh merupakan suatu idealisme yang rancu dan tidak memiliki fakta yang cukup.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline