Lihat ke Halaman Asli

Filosofis Rangkaian Ibadah Dalam Haji

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Sumber: Kompas.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi (Sumber: Kompas.com)"][/caption] Ibadah haji merupakan ibadah yang sangat diidam-idamkan oleh umat islam di seluruh dunia. Tidak terkecuali indonesia. Saat ini, ribuan jama’ah haji asal indonesia sudah berbondong-bondong menuju tanah suci. Sudah pasti mereka akan melaksanakan ibadah haji dalam beberapa waktu ke depan. Sebuah kebanggaan memang apabila kita, saudara kita atau orangtua kita yang berangkat haji. Akan tetapi kita juga harus bisa mengungkap makna yang tersimpan ari ibadah haji yang mereka lakukan. Seperti yang kita tahu bahwa dalam ibadaah haji terdapat wajib dan rukun haji yaitu ihram dan berniat dari miqat, wukuf di padang arafah, bermalam (mabit) di muzdalifah, bermalam (mabit) di mina, thawaf, sa’i kemudian thawaf kembali dan di tutup dengan tahalul (mencukur rambut). Rangkaian ibadah haji diakhiri dengan tahalul sebagai pertanda tuntasnya rangkaian ibadah tersebut. Bukankah akan lebih baik jika para jama’ah haji mengerti makna yang tersirat dari rangkaian ibadah yang mereka kerjakan. Ali syari’ati (1997) menjelaskan secara filosofis makna yang terkandung dalam setiap rangkaian ibadah yang terdapat dalam ibadah haji (Media Indonesia, Jumat, 13 Januari 2006). Berawal dari miqat (tempat mengambil niat haji) kita diwajibkan untuk melepaskan pakaian kita yang kemudian diganti dengan kain ihram. Pakaian yang selama ini kita gunakan melambangkan pola, preferensi, status dan perbedan-perbedaan tertentu. Pakaian merupakan wujud serta perlambangan dari diri kita. Sesungguhnya terselip makna dalam kegiatan melepaskan pakaian yang kita kenakan dimana pakaian tersebut merupakan sebuah hal yang membedakan kita dengan orang laini. Makna tersebut adalah sebagai manusia kita harus meninggalkan sifat-sifat buruk yang kita miliki. Pakaian ihram merupakan dua helai kain putih bersih. Kain ihram yang dikenakan pada saat ibadah haji bermakna kesetaraan dan juga keserhanaan. Artinya, kita semua adalah makhluk yang sama di hadapan Allah. Tidak ada yang membedakannya, kecuali tingkat ketakwaan yang ada di dalam hati. Selain itu pakaian ihram juga mencerminkan kesederhanaan dan tidak riya. Setelah ihram dari miqat, selanjutnya adalah wukuf di padang arafah. Wukuf di padang Arafah mengandung beberapa makna. Pertama, wukuf dalam bahasa Arab, berarti berhenti. Maksudnya, sejak kita melakukan wukuf pada tanggal 9 Dzulhijjah berarti kita berjanji untuk berhenti dari perbuatan maksiat, melakukan apa yang dilarang oleh Allah dan Rasulullah, membicarakan keburukan orang lain, menggunjing kejelekan sesama muslim serta masih banyak lagi hal-hal yang mengarah kepada keburukan yang harus kita hindari pada saat wukuf tersebut.makna yang kedua yaitu kita sebagai manusia hendaknya berfikir, merenungi dan memahami tentang arafah (pengetahuan dan ilmu). Tanpa memahami arafah maka manusia akan tetap tertinggal dan sukar untuk menerima perkembangan yang terjadi. Setelah melakukan wukuf di padang arafah, seluruh jama’ah haji kemudian bermalam di muzdalifah. Ketika bermalam di muzdalifah yang notabennya adalah gurun pasir maka manusia akan sadar bahwa mereka tidak bisa berdiri sendiri dan butuh Allah sebagai sandarannya. Untuk itu manusia senantiasa berdzikir dan berdoa di sini. Selain itu, para jama’ah haji juga mengumpulkan kerikil (batu-batu kecil) yang akan mereka gunakan untuk melempar jumroh. Selanjutnya bermalam di mina dan melempar jumroh tentunya. Terdapat tiga jumroh yaitu ula, wustho dan aqabah. Makna yang tersirat dalam melempar jumroh ini adalah manusia haruslah membuang jauh-jauh segala keburukan yang ada pada dirinya. Segala keburukan yang ada dibuang ke dasar jumroh sehingga para jama’ah haji diharapkan mampu menjadi seseorang yang bersih hatinya. Kemudian para jama’ah haji berbondong-bondong menuju mekkah untuk melaksanakan thawaf dan sa’i. Thawaf sendiri merupakan kegiatan memutari ka’bah sebanyak tujuh kali. Thawaf memberikan arti penting dalam kehidupan kita. Makna ynag tersimpan di dalam thawaf adalah kehidupan ini berputar dari tiada kemudian kembali ke asalny yaitu tiada. Berawal dan diakhiri di hajarul aswad (batu hitam) menggambarkan bahwa penciptaan manusia diambil dari segumpal tanah dan kembali ke tanah. Setelah melakukan thawaf kita melakukan sa’i. Sa’i ialah berlari kecil antara Shafa dan Marwah. Sa’i melambangkan perjuangan seorang ibu yaitu siti hajar yang mencari air untuk anaknya, Ismail. Sa’i berarti sebuah pencaharian dan air adalah lambang kehidupan materil di atas dunia. Sa’i mencerminkan pesan carilah materi sebanyak mungkin raihlah prestasi kehidupan dunia setinggi mungkin. Akan tetapi jangan lupakan kehidupan akhirat. Sa’i juga memberikan pesan kepada kita untuk menghargai perempuan. Sa’i dimulai dari Shafa kemudian diakhiri di Marwa. Shafa berarti kemurnian (sesuatu yang murni dari hati). Shafa mengajarkan kepada kita untuk mengasihi orang lain seperti engkau mengasihi saudaramu. Shafa adalah hati yang bersih dan tulus untuk sampai ke Marwa, yaitu manusia ideal yang memiliki sifat menghargai, bermurah hati, dan suka memaafkan orang lain. Sa’i membentuk jamaah haji yang memiliki sifat-sifat agung tadi. Sehingga mereka menjadi orang yang ‘Marwa.’ Perjalanan haji ditutup dengan mencukur beberapa helai rambut sebagai tanda berakhirnya rangkaian ibadah haji. Dengan hal tersebut diharapkan sekembalinya dari Arab Saudi, jamaah haji menerapkan makna dan pesan yang tercermin dari semua gerakan dan tahapan ibadah haji. Jika tidak, maka haji yang baru mereka laksanakan tidak memiliki arti apa-apa. Wallahu a’lam




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline