Lihat ke Halaman Asli

Putri Nirmala

Universitas Ahmad Dahlan

Perayaan Hari Valentine di Kalangan Remaja: Antara Ekspresi dan Ekspektasi

Diperbarui: 8 Mei 2024   08:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hari valentine yang diperingati setiap tahunnya pada tanggal 14 februari merupakan salah satu contoh dari asimilasi budaya. Asimilisi budaya adalah perpaduan antar budaya yang menimbulkan budaya baru namun dapat menghilangkan ciri khas dari budaya aslinya. Hari valentine bukan berasal dari budaya Indonesia, tradisi ini muncul dari Gereja Kristen berdasarkan kisah Santo Valentinus.

Di era modern ini, banyak sekali remaja yang merayakan hari valentine kepada sang kekasih. Seperti memberi hadiah, cokelat, dinner spesial dan masih banyak lagi bentuk perayaan sebagai ungkapan kasih sayang. Namun, dalam islam hukum merayakan hari valentine adalah haram karena perayaan valentine berasal dari agama Kristen. Perayaan valentine merupakan salah satu perayaan dalam agama kristen atau bentuk penghormatan atas kematian Santo Valentinus.

Hari Valentine identik dengan cokelat, bunga, dan kemeriahan kasih sayang. Namun, di kalangan remaja, perayaan ini memunculkan fenomena yang menarik, diwarnai dengan semangat muda dan terkadang bertabrakan dengan ekspektasi yang tidak realistis.

Pandangan positif terhadap Valentine di kalangan remaja adalah sebagai kesempatan untuk mengekspresikan perasaan. Remaja yang sedang memasuki tahap penjajakan cinta, menjadikan Valentine sebagai momen spesial untuk menyatakan rasa suka atau mempererat hubungan yang sudah ada. Perayaan ini bisa menjadi pemicu keberanian dan percaya diri untuk mengungkapkan perasaan.

Namun, sisi komersial Valentine juga tak bisa diabaikan. Remaja kerap merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi pasangan atau teman dengan memberikan kado mahal. Muncullah perasaan gengsi dan kompetisi tidak sehat untuk terlihat paling romantis. Hal ini berpotensi menimbulkan perilaku konsumerisme yang tidak bertanggung jawab, terlebih lagi bagi remaja yang belum memiliki penghasilan sendiri.

Dampak negatif lain yang perlu diwaspadai adalah kesedihan dan perasaan terasing. Remaja yang tidak memiliki pasangan atau belum berani mengungkapkan cinta, bisa jadi merasa iri dan kesepian melihat kemesraan orang lain. Valentine yang seharusnya menjadi perayaan kasih sayang secara luas, tereduksi menjadi perayaan khusus bagi mereka yang sedang menjalin hubungan romantis.

Lalu, bagaimana seharusnya remaja memaknai Valentine?

Pertama, fokuslah pada esensi cinta itu sendiri. Valentine bisa menjadi momen untuk menunjukkan kasih sayang tidak hanya kepada pasangan, tetapi juga kepada sahabat, keluarga, dan orang-termdekat. Kirimkan kartu ucapan atau buatlah kejutan kecil yang tulus dan bermakna.

Kedua, jadikan Valentine sebagai ajang kreativitas dan ekspresi diri. Tidak harus dengan kado mahal, buatlah sendiri puisi, lagu, atau video ucapan yang romantis atau lucu. Ekspresi yang tulus dan kreatif justru akan lebih berkesan.

Ketiga, jalin komunikasi yang sehat dengan pasangan. Diskusikan dan sepakati bersama bagaimana merayakan Valentine yang menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan.

Valentine adalah perayaan yang menyenangkan, namun jangan sampai terjebak pada ekspektasi dan tekanan. Maknai hari ini sebagai kesempatan untuk mengekspresikan kasih sayang dengan cara yang sehat, kreatif, dan sesuai dengan nilai-nilai yang dianut.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline