Lihat ke Halaman Asli

Kejora (1)

Diperbarui: 11 Februari 2017   22:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Tuban, 24 januari 2016

Bruk!

Tumbukan keras antara roda pesawat dan aspal landasan bandara menyadarkan Kejora dari lamunannya. Pikirannya yang tadinya melayang jauh sontak tertarik ke realita.

“Aku di sini..., “ batinnya.

Pandangannya menerawang menembus jendela pesawat. Hamparan Samudra Indonesia di sepanjang landasan Ngurah Rai seolah ingin meyakinkan Kejora bahwa dia benar-benar berada di Pulau Dewata, di tanah kelahirannya. Rasa sesak mulai memenuhi dadanya, bimbang antara percaya dan tidak.

“Inilah realitaku,”bisiknya pelan.

Dengan gerakan enggan Kejora melepaskan sabuk pengamannya. Penumpang pesawat yang lain sudah mulai berdiri untuk mengambil barang di laci kabin mereka. Kejora hanya meraih jaket hitam yang sepanjang perjalanan dia gunakan sebagai pengganjal kepala. Down jacket itu dilipatnya, lalu dimasukkannya ke dalam ransel yang hanya berisi laptop dan dua t-shirt hitam. Tidak ada niatnya untuk mengenakan jaket setebal itu di Bali yang bersuhu duapuluh sembilan derajat ini.

“Aku salah kostum.” Kejora mengamati winter boot dan sweater wol yang dikenakannya.

Tak ada pilihan lain, Kejora melangkah pelan menyusuri garbarata menuju ke terminal kedatangan. Hawa tropis mulai terasa menyapanya. Dalam situasi normal, Kejora akan tersenyum saat dia mulai menghirup udara Bali. Namun kehangatan yang selalu dirindunya saat masih di Belanda ini, tak mampu menghadirkan rasa syukur atas kedatangannya di Indonesia pada saat itu.

Kejora hanya melirik ke arah conveyor belt di area pengambilan barang.  Tidak ada lagi barang yang harus dia ambil. Hanya ransel berisi laptop, jaket dan kaos, yang sempat dia bawa dari Belanda. Langkahnya lurus menuju ke arah area penjemputan. Kejora tahu, tidak akan ada seorang pun yang berdiri di deretan penjemput yang akan melambai ke arahnya. Namun begitu, langkah Kejora tetap terhenti untuk memastikan. Dipandanginya satu per satu wajah penjemput, berharap paling tidak ada satu yang dikenalnya. Matanya mulai memanas, panik mulai menyerangnya.

“Tenang, Kejora…,” ujarnya menenangkan diri sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline