Lihat ke Halaman Asli

"Blur Effect" dari Sebuah Aturan Pelarangan GPS Saat Berkendara

Diperbarui: 6 Februari 2019   20:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

independent.co.uk/gettyimages/istockphoto

Pada awal maret, netizen dihebohkan dengan kabar pihak kepolisian akan menilang pengendara mobil dan motor yang menggunakan Global Positioning System atau yang lebih dikenal dengan sebutan GPS. Larangan tersebut dipublikasikan saat Operasi Keselamatan Jaya pada 5 Maret 2018. Sejak saat itu, Isu kebijakan tersebut sontak memicu kehebohan publik mengingat GPS kini menjadi kebutuhan penting bagi para pengendara mobil dan motor, khususnya bagi transportasi online.

Polemik penggunaan GPS

Pelarangan penggunaan GPS oleh Pihak Ditlantas Polda Metro Jaya pada saat Operasi Keselamata Jaya telah menjadi sebuah polemik publik.   Polemik tersebut datang dari pernyataan Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Halim Pagarra yang menuturkan "Penggunaan GPS atau HP itu dilarang, sudah ada ketentuannya dalam pasal 106. Kami akan tilang." (megapolitan.kompas.com, 4/3/18). 

Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto dalam sebuah wawancara juga menyatakan bahwa merokok, mendengarkan radio, musik, atau televisi juga merupakan pelanggaran lalu lintas dan hal tersebut dilarang, tak terkecuali GPS (Kumparan.com, 2018).

Dasar aturan yang digunakan ialah UU No. Pasal 106 ayat 1 UU No. 22 Tahun 2009. Tindakan yang diambil oleh Ditlantas Polda Metro Jaya dimaksudkan sebagai tindakan preventif terhadap hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan.

Kebijakan tersebut cukup mengejutkan bagi masyarakat, bagaimana tidak? GPS telah menjadi kebutuhan bagi masyarakat ketika berlalu lintas.

GPS dinilai sangat membantu para pengemudi sebagai petunjuk arah jalan, GPS juga dapat menghindari kemacetan lalu lintas. Terlebih kegunaanya bagi transportasi online, GPS menjadi kebutuhan yang tak terelakan. 

Dalam Surat Kabar Online (www.inews.id, 6/3/18), Ketua Umum DPP Asosiasi Driver online menuturkan bahwa "Kami selaku driver online menentang larangan penggunaan GPS. Selama ini GPS sangat membantu dalam operasional pekerjaan kami, serta penggunaannya pun selama ini tidak mengganggu dalam berkendara, karena GPS tersebut muncul suara".

Kegaduhan publik terhadap isu pelarangan penggunaan GPS pun di klarifikasi oleh Kombes Halim melalui megapolitan.kompas.com (6/3/2018) bahwa ia tidak pernah melarang penggunaan aplikasi GPS di Ponsel sebagai petunjuk arah saat berkendara, yang dilarang adalah jika aplikasi tersebut digunakan dengan posisi-posisi yang menyalahi aturan dan menimbulkan konsentrasi pengendara menjadi menurun, misalnya menggunakan aplikasi GPS sambal dipegang tangan kiri, lalu tangan kanan menyetir dan memegang stang motor.

Belum reda kegaduhan yang ditimbulkan, justru muncul statemen lain dari pihak Polri yang notabennya masih satu institusi kepolisian dengan polda, yang justru mengkritik aturan yang dibuat oleh Polda Metro Jaya. 

Melalui Surat Kabar Harian Online news.detik.com (2018), Kadiv Humas Polti Irjen Setto Wasisto mengatakan bahwa Keputusan pelarangan penggunaan GPS saat berkendara hanya bersifat spontanitas dan tidak berdasar pada kajian, "Itu kelihatannya spontanitas itu, nggak ada datanya Budiyanto ngomong begitu itu nggak ada datanya. Itu pernyataan Direktur itu sumir, harus dikaji lagi. Harus ada kajian lagi" tutur Irjen Setto, seharusnya peraturan yang diterapkan polisi terhadap masyarakat haruslah berdasarkan pada pengkajian terlebih dahulu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline