Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Benarkah RKUHP Membungkam Kebebasan Sipil?

Diperbarui: 20 September 2019   15:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi RUU KUHP (Sumber gambar: finroll.com)

Aneh rasanya mendengar alasan beberapa pihak yang menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang mengatakan bisa merusak dan membungkam kebebasan sipil dan politik warga negara.

Dalam RKUHP yang rencananya akan dibahas dan disahkan DPR RI pada Selasa (24/9), terdapat sejumlah delik yang dianggap memuat pasal karet. Seperti pasal penghinaan terhadap presiden/wakil presiden, pemerintah dan lembaga; penghinaan terhadap negara hingga pasal kesusilaan.

Delik-delik inilah yang memantik reaksi keras dari masyarakat karena dianggap memasung kebebasan sipil, di antaranya kebebasan mengeluarkan pendapat hingga kebebasan politik dan urusan pribadi.

Benarkah Pengesahan RKUHP ini nantinya bisa mengancam dan berpotensi membungkam kebebasan sipil sebagaimana yang disuarakan banyak pihak?

Rasanya tidak. Pada dasarnya, negara kita bukan negara liberal. Negara kita adalah negara hukum dan berketuhanan, di mana dalam hukum yang berlaku di negara kita, termasuk di dalamnya terdapat hukum agama, hukum adat hingga norma susila sesuai kearifan lokal. 

Maka, terciptanya RKUHP ini adalah konsekuensi dari sistem atau bentuk negara kita sendiri.

Sejatinya, kita tidak pernah benar-benar bebas, baik dalam hal kebebasan berbicara, berpendapat atau hak kebebasan sipil lainnya. Menurut pemikiran George Orwell, "If liberty means anything at all, it means the right to tell people what they do not want to hear." Jika kebebasan sama sekali berarti, itu berarti hak untuk memberi tahu orang apa yang tidak ingin mereka dengar.

Kita juga tidak hidup dalam utopia kebebasan berbicara menurut Voltaire, di mana kita bisa mengatakan, "Saya tidak setuju dengan apa yang Anda katakan, tetapi saya akan mempertahankan sampai mati hak Anda untuk mengatakannya."

Singkatnya, jika kebebasan berbicara itu dilindungi secara nominal oleh hukum negara, maka tindakan masyarakat atau kelompok tertentu yang membatasinya dengan aturan-aturan yang mereka pilih sendiri jelas merupakan pelanggaran kebebasan.

Contohnya tidak perlu jauh-jauh, ketika ada orang berkomentar miring terhadap pemerintah yang tidak disukainya, media dan kelompok pro pemerintah langsung bereaksi keras terhadap pernyataan yang tidak mereka sukai itu.

Ketika ada individu yang mengekspresikan pandangan yang tidak ingin didengar pihak lain, maka pihak yang berseberangan itu langsung bereaksi. Reaksi (berlebihan) terhadap pandangan tertentu pada akhirnya mengarah pada penyempitan pandangan yang diungkapkan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline