Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Menimbang Hukuman yang Tepat untuk Klub dan Suporter Anarkis

Diperbarui: 26 September 2018   12:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(twitter @PSSI)

Entah sudah berapa kali sepakbola Indonesia berduka. Bukan karena kehilangan sosok bintang di lapangan hijau. Tapi karena ada begitu banyak korban tak berdosa yang harus kehilangan nyawa, hanya gara-gara perseteruan antar suporter. Sampai kapan kita terus memasang tagar #RIP di media sosial kita?

Rangga Cipta Nugraha (Bobotoh), Lazuardi (Bobotoh), Dani Maulana (Bobotoh), Harun Al Rasyid (Jakmania) Ricko Andrean (Bobotoh), Haringga Sirla (Jakmania).

Mereka adalah korban keberingasan suporter yang un educated, barbar, hasil dari perseteruan klasik dua klub Persib dan Persija. Belum lagi nama-nama lain dari suporter klub yang juga secara kultural menjadi rival abadi, seperti Arema dan Persebaya.

Kita tentunya tidak bisa membiarkan kekerasan yang sampai mengakibatkan korban meninggal ini terjadi lagi, terulang kembali. Rasanya percuma saja kita selalu berkampanye "Rivalitas itu cuma 90 menit".

PSSI, sebagai pemegang kekuasaan tertinggi sepakbola di Indonesia harus bersikap tegas menyikapi insiden kekerasan terhadap suporter. Harus ada hukuman yang layak, baik untuk suporter maupun untuk klub.

Secara individu, suporter yang anarkis bisa diancam pidana umum. Tak peduli siapapun juga, dari klub manapun juga. Harus ada hukuman yang bisa memberi efek jera yang tak hanya dirasakan oleh pelakunya. Namun juga memiliki dampak jera yang lebih luas pada kelompok suporter anarkis tersebut.

Bagaimana dengan klub dari suporter itu sendiri? Secara teknis, jika tindakan anarkis suporter dilakukan di dalam stadion saat pertandingan, klub bisa dikenakan hukuman secara konstitusional, sesuai dengan statuta. Mulai dari pengurangan poin hingga degradasi.

Lain halnya jika insiden itu terjadi di luar pertandingan, seperti kasus terbaru pengeroyokan Haringga Sirla oleh oknum bobotoh Persib. Insiden ini sudah diluar jangkauan tanggung jawab klub karena kejadian ini di luar ranah Sport of Law dan Game of Law.

Meski begitu, PSSI bisa bertindak inkonstitusional, memberi hukuman khusus kepada klub tersebut di luar mekanisme hukuman yang ada pada statuta. Meski insiden pengeroyokan Harlingga terjadi di luar pertandingan, di luar stadion, klub tetap memiliki ikatan moral dengan suporternya.

Bentuk hukuman yang bisa diambil PSSI adalah pelarangan suporter masuk ke stadion saat klub mereka bertanding. Tanpa suporter, klub tidak akan bisa berkembang.

Selama ini, ada sedikit kesan klub hanya menganggap suporter itu sebagai penggembira saja. Habis manis sepah dibuang. Suporter dibutuhkan hanya saat klub bertanding. Suporter dibutuhkan hanya untuk menambah pemasukan klub saja. Ketika suporter mulai bertindak di luar batas kewajaran, klub juga angkat tangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline